Selasa, 10 Mei 2016

Osteomielitis Dan Osteoporosis

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur  kita panjatkan  kehadirat  Tuhan Yang Maha Esa, karena  atas berkat dan rahmat-Nya lah makalah ini dapat  terselesaikan.
Melalui makalah ini,kita dapat mengetahui tentang penyakit osteomielitis dan osteoporosis.
Pembuatan  makalah ini menggunakan metode kepustakaan,serta  data-data  kami  peroleh  dari beberapa  sumber  dan  pemikiran  yang  kami  gabungkan  menjadi  sebuah makalah  yang semoga dapat bermanfaat  bagi  pembaca.
Kami  menyadari  akan  kelemahan  dan  kekurangan  dari  makalah  ini.Oleh  sebab  itu,Kami  membutuhkan  kritik  dan  saran  yang sifatnya  membangun,agar  makalah  ini  akan  semakin  baik  sajiannya.
Semoga  makalah  ini  dapat  bermanfaat  bagi  semua  pembaca.















DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR …………………………………………..                    i

DAFTAR ISI ……………………………………………………                     ii

BAB I PENDAHULUAN
A.    Latar belakang …………………………………………….                    1
B.     Tujuan …………………………………………………….                     1
C.    Persiapan ………………………………………………….                    2
BAB II PEMBAHASAN
A.    Asuhan keperawatan dengan pasien osteomielitis ……………….….    3
B.     Konsep Dasar Medik …………………….……………………….         3
C.     Konsep Keperawatan …..…………………………………………        6
D.    Asuhan keperawatan dengan pasien osteoporosi…………………..     12
E.     Konsep Dasar Medik……………………………………………….     12
F.      Konsep keperawatan ……………………………………………….     14

BAB III PENUTUP
A.    KESIMPULAN ……………………………………………………… 18
B.     SARAN ……………………………………………………………… 18

DAFTAR PUSTAKA









BAB I
PENDAHULUAN

A.     LATAR BELAKANG
Seorang praktisi medik dalam praktek sehari-hari sering dihadapkan pada berbagai permasalahan pengobatan yang kadang memerlukan pertimbangan-pertimbangan khusus, seperti misalnya pengobatan pada kelompok umur tertentu (anak dan usia lanjut), serta wanita dengan kehamilan. Meskipun prinsip dasar dan tujuan terapi pada kelompok- kelompok tersebut tidak banyak berbeda, tetapi mengingat masing-masing memiliki keistimewaan khusus dalam penatalaksanaannya, maka diperlukan pendekatan-pendekatan yang sedikit berbeda dengan kelompok dewasa.

Pertimbangan pengobatan pada keadaan gangguan system moskuluskeletal,yakni penyakit oteomielitis dan osteoporosis tidak saja hanya berdasarkan ketentuan dewasa, tetapi perlu beberapa penyesuaian seperti dosis dan perhatian lebih besar pada pelaksanaan asuhan keperawatan.

Dalam modul ini akan dibahas tentang penyakit osteomielitis dan osteoporosis.Perjalanan penyakit, faktor-faktor yang mempengaruhi terapi serta masalah pemakaian obat akan dibahas secara singkat agar dapat memberikan gambaran umum mengenai masing-masing permasalahan.

B.     TUJUAN
Sesudah kuliah dan diskusi, mahasiswa diharapkan:
1.       Memahami masalah-masalah yang berkaitan dengan penyakit osteomilitis dan osteoporosis.
2.       Memahami faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan pengobatan penyakit osteomilitis dan osteoporosis.
3.       Mampu menerapkan asuhan keperawatan terhadap pasien dengan mempertimbangkan secara seksama faktor-faktor yang dapat mempengaruhi keberhasilan pengobatan.

C.     PERSIAPAN
1.       Membaca Catatan Kuliah dan Diskusi
2.       Membuat beberapa pertanyaan atau permasalahan yang berkaitan dengan topik untuk didiskusikan


























ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN OSTEOMYLITIS

              KONSEP DASAR MEDIK
       A.    PENGERTIAN

Smeltzer & Bare (2002:2342) mendefinisikan Osteomielitis sebagai infeksi tulang yang dapat menjadi masalah kronis yang akan mempengaruhi kualitas hidup atau mengakibatkan kehilangan ekstremitas.
Osteomielitis  juga dapat diartikan sebagai infeksi jaringan tulang yang dapat timbul akut atau kronik (Price A. Sylvia & Wilson, 2005:1200).
Berdasarkan pendapat lain menyatakan bahwa “osteomielitis (Infeksi tulang) merupakan proses peradangan yang dapat terjadi secara mendadak atau perlahan-lahan pada tulang yang disebabkan oleh invasi mikroorganisme (bakteri dan jamur)” (www.sriwijaya-postonline.com).
Klasifikasi Osteomielitis
      1.    Osteomielitis primer yang disebabkan oleh implantasi mikroorganisme secara langsung ke dalam tulang dan biasanya terbatas pada tempat tersebut. Fraktur terbuka (compound fracture), dan operasi bedah pada tulang merupakan penyebab tersering.
      2.    Osteomielitis sekunder (hematogen) biasanya disebabkan oleh penyebaran melalui aliran darah. Kadang-kadang, osteomielitis sekunder dapat disebabkan oleh perluasan infeksi secara langsung dari jaringan lunak di dekatnya ke fokus lain. Osteomielitis sekunder dapat dibagi menjadi 2 (dua), yaitu : Osteomielitis akut dan kronik.
           a.    Osteomielitis akut disebabkan oleh infeksi bakteri yang meluas (bakteremia) dan semua kuman patogen (Staphylococcus, Streptococcus, Pneumococcus, Gonococcus, Basil Coildan Basil Influenza < 4 minggu).
            b.    Osteomielitis kronik merupakan osteomielitis akut yang lama terjadi dan tidak sembuh-sembuh, bisa terjadi karena adanya infeksi sampingan dari penyakit yang diderita oleh pasien, seperti tubercolosis atau kadang-kadang sifilis (> 4 minggu).

      B.   ETIOLOGI
Faktor penyebab infeksi tulang sangat bervariasi. Infeksi bisa disebabkan oleh penyebaran hematogen (melalui darah) dari fokus infeksi di tempat lain (misalnya : tonsil yang terinfeksi, lepuh, gigi terinfeksi, infeksi saluran nafas atas). Aliran darah bisa membawa suatu infeksi dari bagian tubuh yang lain ke tulang. Akut hematogen tersebut menyebar akibat dari bakteri penyakit yang mendasari. Osteomielitis akibat penyebaran hematogen biasanya terjadi di tempat dimana terdapat trauma atau dimana terdapat resistensi rendah, kemungkinan akibat trauma subklinis (tidak jelas).
Osteomielitis dapat berhubungan dengan penyebaran infeksi jaringan lunak (misalnya : ulkus dekubitus yang terinfeksi) atau kontaminasi langsung dari tulang (misalnya : fraktur terbuka, cedera traumatik seperti luka tembak, pembedahan tulang). Trauma minimal atau trauma non-tembus dapat menyebabkan perdarahan atau oklusi pembuluh darah kecil yang dapat menyebabkan necrose tulang. Sedangkan trauma tembus dapat menyebabkan akut osteomyelitis karena adanya kuman yang masuk secara langsung. Kronik osteomyelitis biasanya disebabkan karena salah diagnosa atau penanganan selama fase akut tidak sempurna. Pada keadaan kronik biasanya dijumpai adanya kuman gram negative dan atau gram positif.
Pasien yang beresiko tinggi mengalami osteomielitis adalah mereka yang nutrisinya buruk, lansia, kegemukan atau penderita diabetes. Selain itu, pasien yang menderita artritis reumatoid, telah dirawat di rumah sakit, mendapat terapi terapi kortikosteroid jangka panjang pernah mengalami pembedahan sendi dan ortopedi sebelumnya serta mengalami infeksi luka mengeluarkan nanah (pus).
(Smeltzer & Bare, 2001:2343).

      C.   MANIFESTASI KLINIK
Pada anak-anak, infeksi tulang yang didapat melalui aliran darah, menyebabkan demam, nyeri pada tulang yang terinfeksi. Daerah di atas tulang bisa mengalami luka dan membengkak dan dalam pergerakan akan menimbulkan nyeri.
Infeksi tulang yang disebabkan oleh infeksi jaringan lunak di dekatnya atau yang berasal dari penyebaran langsung, menyebabkan nyeri dan pembengkakan di daerah di atas tulang dan abses bisa terbentuk di jaringan sekitarnya. Infeksi ini tidak menyebabkan demam, dan pemeriksaan darah menunjukkan hasil yang normal. Penderita yang mengalami infeksi pada sendi buatan atau anggota gerak, biasanya memiliki nyeri yang menetap di daerah tersebut.
Osteomielitis kronik sering menyebabkan nyeri tulang, infeksi jaringan lunak di atas tulang yang berulang dan pengeluaran nanah (pus) yang menetap atau hilang timbul dari kulit. Pengeluaran nanah terjadi, jika nanah dari tulang yang terinfeksi menembus permukaan kulit dan suatu saluran (sinus) terbentuk dari tulang menuju kulit.

      D.   PATHOFISIOLOGI
Adanya invasi satu atau lebih kuman patologis melalui luka yang terinfeksi di saluran pernafasan atas terutama pada anak-anak di tempat vokal infeksi lain, seperti radang telinga dan gusi. Melalui aliran darah akan terjadi bakteremia ke seluruh tubuh. Selanjutnya kuman mengalami multifikasi pada daerah metafisis tulang panjang karena secara anatomis di daerah tersebut aliran darahnya banyak dan berbelok-belok sehingga aliran darah akan menjadi lambat dan memberikan kesempatan kuman untuk multifikasi. Faktor tersebut dapat diperberat dengan adanya status gizi penderita yang buruk atau penderita mendapat obat-obat imuno-supresif.
Invasi kuman tersebut akan masuk ke tulang atau jaringan lunak sekitarnya yang akan menyebabkab inflamasi. Akibatnya terjadi peningkatan vaskularisasi yang menyebabkan pembentukan udema. Dalam beberapa hari trombosis pembuluh darah terbentuk yang menyebabkan iskhemia, atau penurunan aliran darah pada tulang yang terkena dengan konsekuensi kematian jaringan tulang. Adanya jaringan tulang necrotid(sequestrum) memperlambat proses penyembuhan dan memperberat infeksi, bahkan sering dalam bentuk abses

      E.    KOMPLIKASI

Komplikasi osteomyelitis dapat terjadi akibat perkembangan infeksi yang tidak terkendali dan pemberian antibiotik yang tidak dapat mengeradikasi bakteri penyebab.
Komplikasi osteomyelitis dapat mencakup infeksi yang semakin memberat pada daerah tulang yang terkena infeksi atau meluasnya infeksi dari fokus infeksi ke jaringan sekitar bahkan ke aliran darah sistemik. Secara umum komplikasi osteomyelitis adalah sebagai berikut:
a. Abses Tulang
b. Bakteremia
c. Fraktur Patologis
d. Meregangnya implan prosthetik (jika terdapat implan prosthetic)
e. Sellulitis pada jaringan lunak sekitar.
f. Abses otak pada osteomyelitis di daerah kranium.

      F.   PEMERIKSAAN PENUNJANG
1.    Tes Laboratorium
a.  Darah
 Pemeriksaan darah memperlihatkan peningkatan leukosit dan peningkatan laju endapan darah.
            b.  Kultur darah dan kultur abses diperlukan untuk menentukan jenis antibiotika yang sesuai.
2.    Pemeriksaan Radiologik
        a.     Sinar-X
Pada fase akut, pemeriksaan sinar-X awal hanya menunjukkan pembengkakan jaringan lunak. Sedangkan pada fase lesonik terlihat pembengkakan lebih besar, kavitas iregular, peningkatan periosteum, sequaestra (pembentukan tulang padat).
       

        b.     MRI (Magnetic Resonance Imaging) dapat membantu diagnosis definitif awal.

      H.   PENATALAKSANAAN
Daerah yang terkena harus diimobilisasi untuk mengurangi ketidaknyamanan dan mencegah terjadinya fraktur. Sasaran awal terapi adalah mengontrol dan menghentikan proses infeksi. Begitu spesimen kultur telah diperoleh, dimulai pemberian terapi antibiotika IV dengan tujuan untuk mengontrol infeksi sebelum aliran darah ke daerah tersebut menurun akibat terjadinya trombosis.
Bila infeksi tampak telah terkontrol, antibiotika dapat diberikan per oral dan dilanjutkan sampai 3 bulan. Bila penderita tidak menunjukkan respon terhadap terapi antibiotika, tulang yang terkena harus dilakukan pembedahan, jaringan purulen dan nekrotik diangkat(debridement) lalu daerah itu diirigasi secara langsung dengan larutan salin fisiologis steril. Selanjutnya terapi antibiotika dilanjutkan (Smeltzer & Bare,2001:2344).
            KONSEP KEPERAWATAN
      A.    Fokus Pengkajian
             1.    Identitas klien dan penangung jawab
             2.    Riwayat kesehatan
·     Keluhan Utama
Klien mengeluh nyeri ( prioritas utama yang dikeluhkan klien / yang mengancam jiwa klien )
·         Riwayat penyakit sekarang
Klien dibawa ke Rumah Sakit dengan keluhan nyeri pada tungkai bawah. Nyeri terasa panas dan senut-senut apabila dipegang atau diraba . Skala nyeri pasien 7 . Nyeri sifatnya sering dan terus menerus . Klien mengalami infeksi bakteri patogenik.
 ( Riwayat perjalanan penyakit sehingga klien dirawat di rumah sakit. )
·         Riwayat kesehatan / perawatan dahulu
Klien 2 tahun yang lalu, mengalami kecelakaan dengan fraktur terbuka pada tungkai bawah lalu dibawa ke dukun tulang. ( kaji riwayat penyakit yang pernah klien derita, seperti yang dialami sekarang )
·         Riwayat kesehatan / perawatan keluarga
Dalam keluarga klien tidak ada keluarga yang menderita penyakit seperti yang dialami klien saat ini. ( kaji riwayat kesehatan, apakah keluarga klien ada yang menderita sakit seperti yang dialami oleh klien).
             3.    Pola fungsi kesehatan
       a.) Pola aktivitas dan kaji aktifitas klien dan rentang ketergantungannya seperti latihan mobilitas fisik, makan, minum, dan mandi.
       b.) Pola Istirahat dan Tidur
Dengan keluhan sakit yang dialami oleh klien,Klien pasti akan mengalami gangguan tidur dan pola tidurnya.Seperti tidak bisa tidur karena rasa nyeri yang dirasakan.
      c.) Pola Kognitif Persepsi
Dengan keluhan sakit yang dialami oleh klien, klien pasti akan mengalahi kecemasan apalagi kurangnya pengetahuan tentang sakitnya.

      B.   Pemeriksaan Fisik
            a.      Panas (39 - 40 oC).
            b.      Bengkak pada area terinfeksi
            c.      Kaku / keras jika dipalpasi
            d.      Kemerahan
            e.      Panas lokal jika dipalpasi
            f.       Kaji adanya kelainan sirkulasi pada daerah distal ke daerah yang terinfeksi.
            g.      Nyeri tulang (menetap, terlokalisir)
            h.      Kaji Keluhan Utama dan Tanda tnda Vital

      C.   Prioritas Diagnosa
           a.    Nyeri berhubungan dengan inflamasi dan pembengkakan (Brunner dan Suddarth, 2001)
           b.    Perubahan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan adanya sumbatan atau   penyempitan pembuluh darah akibat peradangan (Carpenito, 2001).
           c.    Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri (Carpenito, 2001).
           d.    Gangguan integritas kulit berhubungan dengan adanya luka, peradangan atau ulkus (Carpenito, 2001).
           e.    Gangguan pola istirahat dan tidur berhubungan dengan nyeri (Doenges, 2000).
           f.     Cemas berhubungan dengan kurang pengetahuan tentang pengobatan Doenges, 2000).
           g.    Resiko tinggi penyebaran infeksi berhubungan dengan pembentukan abses tulang (Doenges, 2000).
           h.    Resiko tinggi hipertermi berhubungan dengan efek anestesi (Carpenito, 2001).

             Perencanaan Keperawatan
v  Nyeri berhubungan dengan inflamasi dan pembengkakan.
Ø  Tujuan           : Nyeri berkurang (skala nyeri <3)
Ø  Kriteria Hasil :
      1.    Pasien menyatakan nyeri berkurang / hilang.
      2.    Wajah pasien rileks.
      3.    Pasien dapat istirahat.
Ø  Intervensi :
        1) Kaji tingkat nyeri, lokasi, frekuensi dan intensitasnya.
Rasional :  Memilih intervensi yang perlu dilakukan.
        2) Lakukan imobilisasi pada bagian tulang yang terinfeksi.
        Rasional : Mengurangi nyeri dan spasme otot.
        3) Tinggikan bagian yang sakit (terkena infeksi) dengan meninggikan tempat tidur, atau menggunakan bantal / guling.
                    Rasional : Mengurangi pembengkakan dan ketidaknyamanan yang ditimbulkannya.
        4) Monitor status neurovaskuler ekstremitas yang terkena.
        5) Ajarkan teknik relaksasi
 Rasional   : Mengurangi nyeri.
        6) Kolaborasi pemberian analgetik sesuai program.
                     Rasional    : Menurunkan nyeri, spasme otot
v  Perubahan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan adanya sumbatan atau penyempitan pembuluh darah akibat peradangan.
Ø  Tujuan            : Perfusi jaringan adequat
Ø  Kriteria Hasil :
      1.    Nadi perifer teraba
      2.    Kulit hangat / kering
      3.    Penyembuhan luka tepat waktu
Ø  Intervensi :
        1)       Monitor TTV.
                      Rasional    : Indikator umum status sirkulasi dan keadequatan perfusi.
        2)       Lakukan pengkajian neurovaskuler periodik, contoh : sensasi gerakan, nadi, warna kulit dan suhu.
                     Rasional    : Edema jaringan dapat mengganggu sirkulasi.
        3)       Inspeksi alat balutan.
                     Rasional    : Kehilangan darah terus menerus mengindikasikan kebutuhan untuk tambahan penggantian cairan.
        4)       Lakukan perawatan luka setiap hari dengan teknik aseptik.
                     Rasional    : Tidak terjadi infeksi
        5)       Kolaborasi monitor pemeriksaan laboratorium (Hb, Ht)
                     Rasional    : Indikator hipovolemia / dehidrasi yang dapat mengganggu perfusi jaringan.
v  Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan keterbatasan antar tulang akibat pembengkakan
Ø  Tujuan            : Mobilisasi fisik tidak terganggu
Ø  Kriteria Hasil : Kebutuhan pasien terpenuhi
Ø  Intervensi :
        1)       Kaji kemampuan mobilitas pasien.
                     Rasional    : Mengetahui tingkat kelemahan yang klien alami
        2)       Imobilisasi bagian tubuh yang terkena infeksi / luka.
                     Rasional    : Mengurangi ketidaknyamanan dan mencegah terjadinya fraktur pada area yang terinfeksi.
        3)       Anjurkan keluarga untuk selalu membantu dan memberikan perhatiannya.
                     Rasional    : Bantuan dan dorongan keluarga adalah faktor terpenting dalam membantu kesembuhan klien.
        4)       Lakukan gerakan-gerakan ringan pada otot / sendi yang tidak sakit.
                     Rasional    : Untuk menghindari terjadinya kekakuan otot.
        5)       Berikan penjelasan pada pasien tentang pembatasan gerakan yang dilakukan.
                     Rasional    : Mencegah trauma tambahan yang dapat memperparah penyakit yang tidak diharapkan.
v  Gangguan integritas kulit berhubungan dengan adanya luka, peradangan atau ulkus.
Ø  Tujuan           : Integritas kulit kembali seperti sebelumnya.
Ø  Kriteria Hasil :
      1.    Klien mengatakan ketidaknyamanan hilang
      2.    Penyembuhan luka sesuai waktu
Ø  Intervensi:
        1)       Monitor TTV
                     Rasional    : Indikator umum status sirkulasi.
        2)       Kaji kulit : adanya luka, perubahan warna, perdarahan.
                     Rasional    : Memberikan informasi tentang sirkulasi kulit dan masalah yang mungkin oleh alat atau pemasangan plate, atau pembentukan edema yang membutuhkan intervensi medik lanjut.
        3)       Masase kulit, pertahankan tempat tidur kering dan bebas kerutan
                     Rasional  : Menurunkan tekanan pada area yang peka dan resiko abrasi / kerusakan kulit.
        4)       Bersihkan daerah sekitar luka dengan air hangat
                     Rasional   : Untuk melancarkan aliran darah ke area luka dan sekitarnya
v  Gangguan pola istirahat dan tidur berhubungan dengan nyeri
Ø  Tujuan            :  Istirahat dan tidur klien kembali optimal / tidak ada gangguan
Ø  Kriteria Hasil :
      1.    Wajah klien rileks
      2.    Mata tidak memerah
      3.    Klien terlihat segar dan bersemangat
c.                           Intervensi :
        1)       Kaji penyebab klien tidak bisa tidur
                     Rasional    : Dengan mengetahui penyebab, dapat mengatasi masalahnya
        2)       Beri kesempatan klien mengungkapkan perasaannya
                     Rasional    : Bantuan yang diberikan sesuai dengan harapan / kebutuhan klien
        3)       Jelaskan manfaat istirahat dan tidur bagi proses penyembuhan dan selama pengobatan
                     Rasional    : Menstimulasi klien untuk berfikir tentang manfaat istirahat & tidur sehingga klien termotivasi dan dapat keluar dari perasaan yang menyebabkan tidak bisa tidur.
        4)       Anjurkan klien memilih cara senyaman mungkin untuk memulai tidur tanpa dipaksakan.
                     Rasional    : Cara yang dipilih adalah yang disukai klien
v  Cemas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang pengobatan
Ø  Tujuan            : Cemas berkurang / hilang
Ø  Kriteria Hasil :
      1.    Wajah klien rileks
      2.    Klien tidak bertanya lagi
Ø  Intervensi :
        1)       Kaji tingkat kecemasan klien
                     Rasional    : Untuk menentukan tingkat kecemasan dan dasar dalam tindakan keperawatan selanjutnya
        2)       Kaji penyebab kecemasan klien
                     Rasional : Dengan mengetahui penyebab masalah dapat diselesaikan
        3)       Beri kesempatan klien mengungkapkan perasaannya
                     Rasional    : Bantuan yang diberikan sesuai dengan harapan / kebutuhan klien
        4)       Jelaskan informasi tentang pengobatan  sesuai kebutuhan klien
                     Rasional  : Klien sebagai objek memerlukan informasi yang pasti tentang segala tindakan yang dilakukan padanya.
        5)       Anjurkan klien bertanya bila belum jelas
                     Rasional    : Informasi yang diberikan sesuai kebutuhan klien.
        6)       Libatkan keluarga dalam tindakan keperawatan
                     Rasional    : Keluarga sebagai support sistem terpenting dalam kesembuhan klien.
v  Resiko tinggi penyebaran infeksi berhubungan dengan abses tulang.
Ø  Tujuan            : Tidak terjadi penyebaran infeksi
Ø  Kriteria Hasil :
      1.    Mencapai penyembuhan luka tepat waktu.
      2.    Tidak terdapat tanda-tanda peradangan pada bagian yang lain.
Ø  Intervensi :
        1)       Monitor TTV
                     Rasional    : Indikator umum status sirkulasi.
        2)       Lakukan perawatan luka dengan teknik aseptik.
                     Rasional    : Menimimalkan kesempatan produksi bakteri.
        3)       Kolaborasi pemberian antibiotik sesuai dengan indikasi.
                     Rasional    : Meminimalkan kuman yang ada.
        4)       Anjurkan pasien untuk selalu menjaga kebersihan baik luka maupun dirinya.
                     Rasional    : Meminimalkan resiko penyebaran infeksi
        5)       Kolaborasi monitor pemeriksaan laboratorium (eritrosit)
                     Rasional    : Mengetahui tingkat infeksinya.
v  Resiko tinggi hipertermi berhubungan dengan efek anestesi
Ø  Tujuan            : Tidak terjadi hipertermi
Ø  Kriteria Hasil :
      1.    Klien tidak mengeluh kedinginan
      2.    Klien tidak menggigil lagi
      3.    Suhu tubuh klien normal (36,5C – 37,5C)
Ø  Intervensi :
        1)       Monitor tanda-tanda vital
                     Rasional    : Mengetahui keadaan umum klien dan sebagai dasar penentuan intervensi.
        2)       Beri kompres hangat
                     Rasional    : Memberikan kenyamanan dan mengurangi rasa dingin klien
        3)       Beri selimut yang tebal
                     Rasional   : Agar klien merasa lebih hangat.
                          


                                                       ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN OSTEOPOROSIS

A.    KONSEP MEDIK
      1.      Definisi
·           Osteoporosis adalah penyakit metabolisme tulang yang kronik dan progresif, yang ditandai dengan massa tulang yang rendah dan kerusakan struktural jaringan tulang, yang dapat mengakibatkan kerapuhan tulang. (Sharon L. Lewis, 2007).
·           Osteoporosis adalah penyakit metabolik dimana terjadi demineralisasi tulang yang menyebabkan penurunan densitas dan berikutnya menyebabkan fraktur. (Donna Ignatavicius, 2002).

      2.      Klasifikasi
-            Osteoporosis primer : kondisi ini lebih sering terjadi, dan bukan karena kondisi patologis. Osteoporosis primer dapat terjadi pada pria dan wanita pada berbagai usia tetapi lebih sering terjadi pada wanita setelah menopause dan pria pada usia lanjut. Osteoporosis primer dibagai lagi menjadi 2 subtipe yaitu :
                 a.    Tipe I (postmenopause) : terjadi pada wanita antara usia 55 dan 65 tahun.
                 b.    Tipe II (senile) : terjadi pada usia lebih dari 65 tahun.
-            Osteoporosis sekunder : disebabkan karena kondisi medis, seperti hiperparatiroid, terapi obat jangka panjang seperti kortikodteroid ataupun karena imobilisasi yang lama, seperti pada pasien dengan injuri spinal cord.

      3.      Patofisiologi
Tulang membentuk rangka penunjang dan pelindung bagi tubuh dan tempat untuk melekatnya otot-otot yang menggerakkan rangka tubuh. Ruang di tengah tulang-tulang tertentu berisi jaringan hematopoietik, yang membentuk berbagai sel darah. Tulang juga merupakan tempat primer untuk menyimpan dan mengatur kalsium dan fosfat.
Komponen-komponen nonselular utama dar jaringan tulang adalah mineral-mineral dan matriks organik (kolagen dan proteoglikan). Kalsium dan fosfat membentuk suatu garam kristal (hidroksiapatit), yang tertimbun pada matriks kolagen dan proteoglikan. Mineral-mineral ini memampatkan kekuatan tulang. Matriks organik tulang disebut juga sebagai osteoid. Materi organik lain yang menyusun tulang berupa proteoglikan seperti asam hialuronat.
Bagian-bagian khas dari sebuah tulang panjang :
·           Diafisis atau batang, adalah bagian tengah tulang yang berbentuk silinder. Bagian ini tersusun dari tulang kortikal yang memiliki kekuatan yang besar. Sumsum kuning terdapat pada diafisis, terutama terdiri dari sel-sel lemak.
·           Metafisis, adalah bagian tulang yang melebar di dekat ujung akhir batang. Daerah ini terutama disusun oleh tulang trabekular atau tulang spongiosa yang mengandung sel-sel hematopoietik.  Sumsum merah juga terdapat di bagian epifisis dan diafisis tulang.
·           Lempeng epifisis, adalah daerah pertumbuhan longitudinal pada anak-anak, dan bagian ini akna menghilang pada tulang dewasa. Bagian epifisis langsung berbatasan dengan sendi tulang panjang yang bersatu dengan metafisis sehingga pertumbuhan memanjang tulang berhenti.

Seluruh tulang diliputi oleh lapisan fibrosa yang disebut perioteum yang mengandung sel-sel yang dapat berproliferasi yang berperan dalam proses pertumbuhan transversal tulang panjang. Kebanyakan tulang panjang mempunyai arteria nutrisi khusus. Lokasi dan keutuhan dari arteri-arteri inilah yang menentukan berhasil atau tidaknya proses penyembuhan suatu tulang yang patah.
Tulang adalah suatu jaringan dinamis yang terususun dari tiga jenis sel : osteoblas, osteosit, dan osteoklas. Osteoblas membangun tulang dengan membentuk kolagen tipe I dan prteoglikan sebagai metriks tulang atau jaringan oeteoid melalui suatu proses yang disebut osifikasi. Ketika sedang aktif menghasilkan jarigan osteoid, osteoblas mensekresikan sejumlah besar fosfatase alkali yang memegang peranana penting dalam mengendapkan kalsium dan fosfat ke dalam matriks tulang. Sebagian dari fosfatase alkali akan memasuki alirah darah, dengan semikian maka kadar fosfatase alkali dapat menjadi indikator yang baik tentang tingkat pembentukan tulang setelah mengalami patah tulang atau pada kasus metastasis kanker tulang.
Osteosit adalah sel-sel tulang dewasa yang bertindak sebagai suatu lintasan untuk pertukaran kimiawi melalui tulang padat.
Osteoklas adalah sel-sel besar berinti banyak yang memungkinkan mineral dan matriks tulang dapat diabsorpsi. Sel-sel ini menghasilkan enzim-enzim proteolitik yang memecahkan matriks dan beberapa asam yang melarutkan mineral tulang, sehingga kalsium dan fosfat terlepas ke dalam aliran darah.

      4.      Etiologi
Faktor risiko :
-            Usia tua
-            Wanita
-            Kurus
-            Riwayat keluarga dengan osteoporosis
-            Diet rendah kalsium
-            Etnik kulit putih atau orang asia
-            Konsumsi alkohol berlebihan
-            Perokok
-            Gaya hidup inaktif
-            Penggunaan kortikosteroid, pengganti tiroid, heparin, sedativ long-acting, atau obat antikejang dalam jangka panjang
-            Postmenopause, termasuk menopause dini atau menopause akibat operasi
-            Riwayat anorexia nervosa atau bulimia, penyakit liver kronik, atau sindrom malabsorpsi
-            Konsumsi kafein berlebihan
-            Level testosteron rendah (hipogonadisme pada laki-laki)

      5.      Manifestasi Klinis
Osteoporosis sering disebut “silent disease” karena kehilangan tulang timbul tanpa gejala. Seseorang tidak mengetahui ia mempunya osteoporosis sampai tulang mereka menjadi sangat lemah sehingga tiba-tiba berbunyi, berbenjol atau jatuh akibat fraktur panggul, vertebra, atau pergelangan tangan. Memendeknya vertebra dapat didahului dengan nyeri punggung, penurunan tinggi badan, atau deformitas spinal seperti kiposis, atau bungkuk.

      6.      Test Diagnostik dan Laboratorium
       -            X-ray
-            Bone Mineral Density (BMD) : untuk mengukur densitas tulang
-            Serum kalsium, posphor, alkalin fosfatase
-            Quantitative ultrasound (QUS) : mebgukur densitas tulang dengan gelombang suara

      7.      Penatalaksanaan Medis
-            Therapi estrogen
-            Suplemen ca & vitamin D
-            Pemberian kalcitonin
-            Olah raga cukup
-            Kontak sinar matahari
-            Penyebab sekunder dicari dan diatasi
-            Hindari rokok, kopi, alkohol.
    
      B.     KONSEP KEPERAWATAN
      1.      Pengkajian
a.    Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan
-             Kaji pengetahuan pasien tentang penyakit
-             Kebiasaan minum alkohol, kafein
-             Riwayat keluarga dengan osteoporosis
-             Riwayat anoreksia nervosa, bulimia
-             Penggunaan steroid
b.   Pola nutrisi metabolik
-             Inadekuat intake kalsium
c.    Pola aktivitas dan latihan
-             Fraktur
-             Badan bungkuk
-             Jarang berolah raga
d.   Pola tidur dan istirahat
-             Tidur terganggu karena nyeri
e.    Pola persepsi kognitif
-             Nyeri punggung
f.    Pola reproduksi seksualitas
-             Menopause
g.   Pola mekanisme koping terhadap stres
-             Stres, cemas karena penyakitnya

      2.      Diagnosa Keperawatan
a.    Risti injury: fraktur b.d kecelakaan ringan/jatuh
b.   Nyeri b.d adanya fraktur
c.    Konstipasi b.d imobilitas
d.   Kurang pengetahuan mengenai proses osteoporosis dan program terapi
     
     

      3.      Perencanaan
       1)        Risti injury: fraktur b.d kecelakaan ringan/jatuh
       HYD: klien tidak mengalami jatuh atau fraktur akibat jatuh
       Intervensi:
a.    Ciptakan lingkungan yang aman dan bebas  bahaya bagi klien.
     R/. lingkungan yang bebas bahaya mengurangi risiko untuk jatuh dan mengakibatkan fraktur.
b.    Beri support untuk kebutuhan ambulansi; mengunakan alat bantu jalan atau tongkat.
      R/. Memberi support ketika berjalan mencegah tidak jatuh pada lansia.
c.    Bantu klien penuhi ADL (activities daily living) dan  cegah klien dari pukulan yang tidak sengaja atau kebetulan.
      R/. Benturan  yang  keras menyebabkan fraktur tulang, karena tulang sudah rapuh, porus dan kehilangan kalsium.
d.   Anjurkan klien untuk belok dan menunduk/bongkok secara perlahan dan  tidak mengangkat beban yang berat.
     R/.  Gerakan tubuh yang cepat  dapat mempermudah fraktur compression vertebral pada klien dengan osteoporosis
e.    Ajarkan klien tentang pentingnya diet (tinggi kalsium, vitamin D) dalam mencegah osteoporosis lebih lanjut.
      R/ Diet kalsium memelihara tingkat kalsium dalam serum, mencegah kehilangan kalsium ekstra dalam tulang.
f.     Anjurkan klien untuk menguragi kafein dan alkohol.
     R/. kafein m berlebihan meningkat  pengeluaran kalsium berlebihan dalam urine; alkohol   berlebihan meningkatkan asidosis,  meningkatkan reabsorpsi tulang.
g.    Ajarkan klien akan efek dari rokok dalam remodeling tulang.
      R/. rokok meningkatkan asidosis

2)        Nyeri b.d adanya fraktur.
       HYD: Klien mampu melakukan tindakan mandiri untuk mengurangi nyeri, dan nyeri berkurang sampai hilang.
       Intervensi:
a.    Kaji lokasi nyeri, tingkat nyeri, durasi, frekuensi dan intensitas nyeri.
     R/. menentukan intervensi keperawatan yang tepat untuk klien
b.    Anjurkan klien istirahat ditempat tidur dan anjurkan klien untuk mengambil psosisi terlentang atau miring yang nyaman bagi kalien
     R/. Peredaaan nyeri punggung dapat dilakukan dengan istirahat di tempat tidur dengan posisi telentang atau miring ke samping selama beberapa hari.
c.    Beri kasur  padat dan tidak lentur.
     R/. Memberikan rasa nyaman bagi klien
d.   Ajarkan klien tehknik relaksasi dengan melakukan fleksi lutut.
     R/. Fleksi lutut dapat meningkatkan rasa nyaman dengan merelaksasi otot.
e.    Berikan kompres hangat  intermiten dan pijatan punggung.
     R/. kompres hangan dan pijat pada punggung memperbaiki relaksasi otot.
f.     Ajarkan dan anjurkan klien untuk menggerakkan batang tubuh sebagai satu unit dan hindari gerakan memuntir.
     R/. Gerakan  tubuh memuntir dapat meningkatkan risiko cedera.
g.    Bantu klien untuk turun dari tempat tidur.
h.    Pasang  korset lumbosakral untuk menyokong dan imobilisasi sementara, meskipun alat serupa kadang terasa tidak nyaman dan kurang bisa ditoleransi oleh kebanyakan lansia.
i.      Bila pasien sudah dapat menghabiskan lebih banyak waktunya di luar tempat tidur perlu dianjurkan untuk sering istirahat baring untuk mengurangi rasa tak nyaman dan mengurangi stres akibat postur abnormal pada otot yang melemah.
j.      Opioid  oral mungkin diperlukan untuk hari-hari pertama setelah awitan nyeri punggung. Setelah beberapa hari, analgetika non – opoid dapat mengurangi nyeri.

3.        Konstipasi b.d imobilitas atau ileus obstruksi.
       HYD: Klien tidak mengalami konstipasi, klien dapat bab 2-3 kali dalam seminggu, konsistensi feces lunak, dan tidak ada kolaps pada T10-L2
       Intervensi:
a.    Kaji pola elimeinasi bab klien
R/. menentukan intervensi bila ada gangguan pada eliminasi bab
b.    Berikan diet tinggi serat.
R/. Tinggi serat membantu proses pengosongan usus dan meminimalkan kostipasi
c.    Anjurkan klien minum 1,5-2 liter/hari bila tidak ada kontraindikasi.
R/. Pemenuhan cairan yang adekuat dapat membantu atau meminimalkan konstipasi.
d.   Pantau asupan pasien, bising usus dan aktivitas usus karena  bila terjadi kolaps vertebra pada T10-L2, maka  pasien dapat mengalami ileus.
e.    Kolaborasi untuk pemberian pelunak tinja dan berikan pelunak tinja sesuai ketentuan
R/. Membantu meminimalkan konstipasi

4.        Kurang pengetahuan mengenai proses osteoporosis dan program terapi
       HYD: meningkatkan pengetahuan klien tentang osteoporosis, cara pencegahan dan program tindakan
       Intervensi:
a.         Kaji tingkat pengetahuan klien tentang osteoporosis.
b.        Ajarkan pada klien tentang faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya oeteoporosis.
c.         Anjurkan diet atau suplemen kalsium yang memadai.
d.        Timbang Berat badan secara teratur dan modifikasi gaya hidup seperti Pengurangan kafein, rokok dan alkohol.
R/. Hal ini dapat membantu mempertahankan massa tulang.
e.         Anjurkan dan ajarka cara latihan aktivitas fisik sesuai kemampuan klien.
R/. Latihan aktivitas merupakan kunci utama untuk menumbuhkan tulang dengan kepadatan tinggi yang tahan terhadap terjadinya oestoeporosis.
f.         Anjurkan pada lansia untuk tetap membutuhkan kalsium, vitamin D, sinar matahari. R/. Kebutuhan kalsium, vitamin D, terpapar sinar matahari pagi yang memadai dapat  meminimalkan efek oesteoporosis.
g.        Berikan Pendidikan pasien mengenai efek samping penggunaan obat. Karena nyeri lambung dan distensi abdomen merupakan efek samping yang sering terjadi pada suplemen kalsium, maka pasien sebaiknya meminum suplemen kalsium bersama makanan untuk mengurangi terjadinya efek samping tersebut. Selain itu, asupan cairan yang memadai dapat menurunkan risiko pembentukan batu ginjal.

4.      Discharge Planning
·           Anjurkan klien dan keluarga melakukan fisik secara teratur sangat penting untuk memperkuat otot, mencegah atrofi dan memperlambat demineralisasi tulang progresif.
·           Ajarkan klien dan keluarga latihan isometric, untuk memperkuat batang tubuh
·           Anjurkan klien dan keluarga untuk memperhatikan diet tinggi kalsium dan banyak minum air putih 1.5-2 liter / hari
·           Anjurkan klien untuk berjemur dibawah sinar matahari pada pagi hari dan vitamin D yang adekuat
·           Hindari gerakan mendadak dan mengangkat beban berat.
·           Beri alat bantu jalan  (tongkat, pagar / pegangan  pada dinding rumah) pada klien lansia untuk mencegah jatuh
·           Ciptakan lingkungan rumah yang nyaman dan aman, lantai rumah tidak licin.
·           Gunakan keset kamar mandi dari bahan yang tidak lincin.
·           Berikan penerangan dalam rumah yang baik
·           Kamar mandi/WC tidak licin, kloset duduk yang nyaman bagi klien lansia













                                   KESIMPULAN

       A.    KESIMPULAN
       Osteomylitis adalah infeksi tulang yang dapat menjadi masalah kronis yang akan mempengaruhi kualitas hidup atau mengakibatkan kehilangan ekstremitas.
Pembagian Osteomielitis :
1. Primer, yang disebabkan penyebaran secara hematogen dari fokus lainnya, dapat dibagi menjadi : osteomielitis akut dan kronik.
2. Sekunder ( osteomielitis per kontinuitatum ). Yang disebabkan penyebaran kuman dari sekitarnya, seperti bisul dan luka.

·           Osteoporosis adalah penyakit metabolisme tulang yang kronik dan progresif, yang ditandai dengan massa tulang yang rendah dan kerusakan struktural jaringan tulang, yang dapat mengakibatkan kerapuhan tulang. (Sharon L. Lewis, 2007).
·           Osteoporosis adalah penyakit metabolik dimana terjadi demineralisasi tulang yang menyebabkan penurunan densitas dan berikutnya menyebabkan fraktur. (Donna Ignatavicius, 2002).

Osteoporosis primer : kondisi ini lebih sering terjadi, dan bukan karena kondisi patologis. Osteoporosis primer dapat terjadi pada pria dan wanita pada berbagai usia tetapi lebih sering terjadi pada wanita setelah menopause dan pria pada usia lanjut. Osteoporosis primer dibagai lagi menjadi 2 subtipe yaitu :
     a.    Tipe I (postmenopause) : terjadi pada wanita antara usia 55 dan 65 tahun.
     b.    Tipe II (senile) : terjadi pada usia lebih dari 65 tahun.
-                                    Osteoporosis sekunder : disebabkan karena kondisi medis, seperti hiperparatiroid, terapi obat jangka panjang seperti kortikodteroid ataupun karena imobilisasi yang lama, seperti pada pasien dengan injuri spinal cord.

B. SARAN
1.      Materi kuliah hendaknya di ambil dari berbagai literatrur-literatur guna menunjang proses belajar mengajar supaya lebih baik dan mahasiswa lebih aktif dalam perkuliahan.
2.      Dalam pelaksanaan diskusi kelompok mahasiswa harus lebih aktif bertanya agar tercipta suatu dinamika yang lebih membangun.

DAFTAR PUSTAKA

ü  Kumar, Vinay, Abul K. Abbas dan Nelson Fausto. 2005. Robbins and Cotran Pathologic Basis of Disease. Seventh Edition. Philadelphia : Elsevier Saunders.
ü  Lewis, Sharon L. 2007. Medical Surgical Nursing : Assessment and Management of Clinical Problems Volume 2. Seventh Edition. St.Louis : Mosby.
ü  Price, Sylvia A dan Lorraine M. Wilson. Alih bahasa : Brahm U. Pendit. 2005. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-proses Penyakit Volume 1.Edisi 6. Jakarta : EGC.
ü  Sherwood, Lauralee. Alih bahasa : Brahm U. Pendit. 2001. Fisiologi Manusia Dari Sel ke Sistem.Edisi 2. Jakarta : EGC.

ü  Asep, P. 2001. Osteomielitis : Perkembangan 10 tahun Terakhir, Jurnal Cermin Dunia Kedokteran, (online), No.23, (http//www.medicastore.co.id, diakses tanggal 12 Februari 2012).
ü  Carpenito, Lynda Juall. (2001). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Alih bahasa Monica Ester. Jakarta : EGC.
ü  Doengoes, Maryln E. (2000). Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Alih bahasa : I Made Karyasa. Jakarta : EGC.
ü  Price, Sylvia A. (2005). Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Edisi ke 4. Alih bahasa : Peter Anugrah. Jakarta : EGC.
ü  Rendra Leonas. 2005. Infeksi Tulang Serang Semua Umur (online), (http: //www.sriwijaya-postonline.com, diakses tanggal 12 Februari 2012).
ü  Smeltzer, Suzanne C. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Jakarta : EGC.






0 komentar:

Posting Komentar