KATA PENGANTAR
Puji
dan syukur kita panjatkan kehadirat
Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
berkat dan rahmat-Nya lah makalah ini dapat
terselesaikan.
Melalui
makalah ini,kita dapat mengetahui tentang penyakit osteomielitis dan
osteoporosis.
Pembuatan
makalah ini menggunakan metode
kepustakaan,serta data-data kami
peroleh dari beberapa sumber
dan pemikiran yang
kami gabungkan menjadi
sebuah makalah yang semoga dapat
bermanfaat bagi pembaca.
Kami menyadari
akan kelemahan dan
kekurangan dari makalah
ini.Oleh sebab itu,Kami
membutuhkan kritik dan
saran yang sifatnya membangun,agar makalah
ini akan semakin
baik sajiannya.
Semoga makalah
ini dapat bermanfaat
bagi semua pembaca.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ………………………………………….. i
DAFTAR ISI …………………………………………………… ii
BAB I PENDAHULUAN
A.
Latar belakang ……………………………………………. 1
B.
Tujuan ……………………………………………………. 1
C. Persiapan …………………………………………………. 2
BAB II PEMBAHASAN
A.
Asuhan keperawatan dengan pasien osteomielitis ……………….…. 3
B.
Konsep Dasar Medik …………………….………………………. 3
C.
Konsep Keperawatan …..………………………………………… 6
D.
Asuhan keperawatan dengan
pasien osteoporosi………………….. 12
E.
Konsep Dasar
Medik………………………………………………. 12
F.
Konsep keperawatan
………………………………………………. 14
BAB III PENUTUP
A.
KESIMPULAN
……………………………………………………… 18
B.
SARAN ……………………………………………………………… 18
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Seorang praktisi medik dalam praktek sehari-hari sering dihadapkan pada berbagai permasalahan pengobatan yang kadang memerlukan
pertimbangan-pertimbangan khusus, seperti misalnya pengobatan pada kelompok umur tertentu (anak dan usia lanjut), serta wanita dengan kehamilan.
Meskipun prinsip dasar dan tujuan terapi pada kelompok- kelompok
tersebut tidak banyak berbeda, tetapi mengingat masing-masing memiliki keistimewaan khusus dalam penatalaksanaannya, maka diperlukan pendekatan-pendekatan yang sedikit berbeda dengan kelompok dewasa.
Pertimbangan pengobatan
pada keadaan gangguan
system moskuluskeletal,yakni penyakit oteomielitis dan osteoporosis tidak saja hanya berdasarkan ketentuan dewasa, tetapi perlu beberapa penyesuaian seperti dosis dan perhatian lebih besar pada pelaksanaan
asuhan keperawatan.
Dalam modul ini akan dibahas tentang penyakit osteomielitis dan osteoporosis.Perjalanan penyakit, faktor-faktor yang mempengaruhi terapi serta masalah pemakaian obat akan dibahas secara singkat agar dapat memberikan gambaran umum mengenai masing-masing permasalahan.
B.
TUJUAN
Sesudah kuliah dan diskusi, mahasiswa
diharapkan:
1. Memahami masalah-masalah yang berkaitan
dengan penyakit osteomilitis dan
osteoporosis.
2. Memahami faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan pengobatan
penyakit osteomilitis dan
osteoporosis.
3. Mampu menerapkan
asuhan keperawatan terhadap pasien dengan mempertimbangkan secara seksama faktor-faktor yang dapat mempengaruhi keberhasilan pengobatan.
C.
PERSIAPAN
1.
Membaca Catatan Kuliah dan Diskusi
2.
Membuat beberapa pertanyaan
atau permasalahan yang berkaitan dengan topik untuk didiskusikan
ASUHAN
KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN OSTEOMYLITIS
KONSEP
DASAR MEDIK
A. PENGERTIAN
Smeltzer & Bare (2002:2342) mendefinisikan
Osteomielitis sebagai infeksi tulang yang dapat menjadi masalah kronis
yang akan mempengaruhi kualitas hidup atau mengakibatkan kehilangan
ekstremitas.
Osteomielitis juga dapat diartikan sebagai
infeksi jaringan tulang yang dapat timbul akut atau kronik (Price A. Sylvia
& Wilson, 2005:1200).
Berdasarkan
pendapat lain menyatakan bahwa “osteomielitis (Infeksi tulang) merupakan proses
peradangan yang dapat terjadi secara mendadak atau perlahan-lahan pada tulang
yang disebabkan oleh invasi mikroorganisme (bakteri dan jamur)”
(www.sriwijaya-postonline.com).
Klasifikasi
Osteomielitis
1. Osteomielitis primer yang disebabkan oleh
implantasi mikroorganisme secara langsung ke dalam tulang dan biasanya terbatas
pada tempat tersebut. Fraktur terbuka (compound fracture), dan operasi bedah
pada tulang merupakan penyebab tersering.
2. Osteomielitis sekunder (hematogen) biasanya
disebabkan oleh penyebaran melalui aliran darah. Kadang-kadang, osteomielitis
sekunder dapat disebabkan oleh perluasan infeksi secara langsung dari jaringan
lunak di dekatnya ke fokus lain. Osteomielitis sekunder dapat dibagi menjadi 2
(dua), yaitu : Osteomielitis akut dan kronik.
a. Osteomielitis akut disebabkan oleh infeksi
bakteri yang meluas (bakteremia) dan semua kuman patogen (Staphylococcus,
Streptococcus, Pneumococcus, Gonococcus, Basil Coildan Basil
Influenza < 4 minggu).
b. Osteomielitis kronik merupakan osteomielitis
akut yang lama terjadi dan tidak sembuh-sembuh, bisa terjadi karena adanya
infeksi sampingan dari penyakit yang diderita oleh pasien, seperti tubercolosis
atau kadang-kadang sifilis (> 4 minggu).
B. ETIOLOGI
Faktor penyebab infeksi tulang sangat
bervariasi. Infeksi bisa disebabkan oleh penyebaran hematogen (melalui darah)
dari fokus infeksi di tempat lain (misalnya : tonsil yang terinfeksi, lepuh,
gigi terinfeksi, infeksi saluran nafas atas). Aliran darah bisa membawa suatu
infeksi dari bagian tubuh yang lain ke tulang. Akut hematogen tersebut menyebar
akibat dari bakteri penyakit yang mendasari. Osteomielitis akibat penyebaran
hematogen biasanya terjadi di tempat dimana terdapat trauma atau dimana
terdapat resistensi rendah, kemungkinan akibat trauma subklinis (tidak jelas).
Osteomielitis dapat berhubungan dengan
penyebaran infeksi jaringan lunak (misalnya : ulkus dekubitus yang terinfeksi)
atau kontaminasi langsung dari tulang (misalnya : fraktur terbuka, cedera
traumatik seperti luka tembak, pembedahan tulang). Trauma minimal atau trauma non-tembus
dapat menyebabkan perdarahan atau oklusi pembuluh darah kecil yang dapat
menyebabkan necrose tulang. Sedangkan trauma tembus dapat menyebabkan akut
osteomyelitis karena adanya kuman yang masuk secara langsung. Kronik
osteomyelitis biasanya disebabkan karena salah diagnosa atau penanganan selama
fase akut tidak sempurna. Pada keadaan kronik biasanya dijumpai adanya kuman
gram negative dan atau gram positif.
Pasien yang beresiko tinggi mengalami
osteomielitis adalah mereka yang nutrisinya buruk, lansia, kegemukan atau
penderita diabetes. Selain itu, pasien yang menderita artritis
reumatoid, telah dirawat di rumah sakit, mendapat terapi terapi
kortikosteroid jangka panjang pernah mengalami pembedahan sendi dan ortopedi
sebelumnya serta mengalami infeksi luka mengeluarkan nanah (pus).
(Smeltzer & Bare, 2001:2343).
C. MANIFESTASI
KLINIK
Pada anak-anak, infeksi tulang yang didapat
melalui aliran darah, menyebabkan demam, nyeri pada tulang yang terinfeksi.
Daerah di atas tulang bisa mengalami luka dan membengkak dan dalam pergerakan
akan menimbulkan nyeri.
Infeksi tulang yang disebabkan oleh infeksi
jaringan lunak di dekatnya atau yang berasal dari penyebaran langsung,
menyebabkan nyeri dan pembengkakan di daerah di atas tulang dan abses bisa terbentuk
di jaringan sekitarnya. Infeksi ini tidak menyebabkan demam, dan pemeriksaan
darah menunjukkan hasil yang normal. Penderita yang mengalami infeksi pada
sendi buatan atau anggota gerak, biasanya memiliki nyeri yang menetap di daerah
tersebut.
Osteomielitis kronik sering menyebabkan nyeri
tulang, infeksi jaringan lunak di atas tulang yang berulang dan pengeluaran
nanah (pus) yang menetap atau hilang timbul dari kulit. Pengeluaran nanah
terjadi, jika nanah dari tulang yang terinfeksi menembus permukaan kulit dan
suatu saluran (sinus) terbentuk dari tulang menuju kulit.
D. PATHOFISIOLOGI
Adanya invasi satu
atau lebih kuman patologis melalui luka yang terinfeksi di saluran pernafasan
atas terutama pada anak-anak di tempat vokal infeksi lain, seperti radang
telinga dan gusi. Melalui aliran darah akan terjadi bakteremia ke seluruh
tubuh. Selanjutnya kuman mengalami multifikasi pada daerah metafisis tulang
panjang karena secara anatomis di daerah tersebut aliran darahnya banyak dan
berbelok-belok sehingga aliran darah akan menjadi lambat dan memberikan
kesempatan kuman untuk multifikasi. Faktor tersebut dapat diperberat dengan
adanya status gizi penderita yang buruk atau penderita mendapat obat-obat
imuno-supresif.
Invasi kuman
tersebut akan masuk ke tulang atau jaringan lunak sekitarnya yang akan
menyebabkab inflamasi. Akibatnya terjadi peningkatan vaskularisasi yang
menyebabkan pembentukan udema. Dalam beberapa hari trombosis pembuluh darah
terbentuk yang menyebabkan iskhemia, atau penurunan aliran darah pada tulang
yang terkena dengan konsekuensi kematian jaringan tulang. Adanya jaringan
tulang necrotid(sequestrum) memperlambat proses penyembuhan dan
memperberat infeksi, bahkan sering dalam bentuk abses
E. KOMPLIKASI
Komplikasi osteomyelitis dapat terjadi akibat
perkembangan infeksi yang tidak terkendali dan pemberian antibiotik yang tidak
dapat mengeradikasi bakteri penyebab.
Komplikasi osteomyelitis dapat mencakup
infeksi yang semakin memberat pada daerah tulang yang terkena infeksi atau
meluasnya infeksi dari fokus infeksi ke jaringan sekitar bahkan ke aliran darah
sistemik. Secara umum komplikasi osteomyelitis adalah sebagai berikut:
a. Abses Tulang
b. Bakteremia
c. Fraktur Patologis
d. Meregangnya implan prosthetik (jika terdapat
implan prosthetic)
e. Sellulitis pada jaringan lunak sekitar.
f. Abses otak pada osteomyelitis di daerah
kranium.
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Tes
Laboratorium
a. Darah
Pemeriksaan
darah memperlihatkan peningkatan leukosit dan peningkatan laju endapan darah.
b. Kultur darah dan
kultur abses diperlukan untuk menentukan jenis antibiotika yang sesuai.
2. Pemeriksaan Radiologik
a. Sinar-X
Pada fase akut,
pemeriksaan sinar-X awal hanya menunjukkan pembengkakan jaringan lunak.
Sedangkan pada fase lesonik terlihat pembengkakan lebih besar, kavitas
iregular, peningkatan periosteum, sequaestra (pembentukan tulang padat).
b. MRI (Magnetic Resonance Imaging) dapat
membantu diagnosis definitif awal.
H. PENATALAKSANAAN
Daerah yang
terkena harus diimobilisasi untuk mengurangi ketidaknyamanan dan mencegah
terjadinya fraktur. Sasaran awal terapi adalah mengontrol dan menghentikan
proses infeksi. Begitu spesimen kultur telah diperoleh, dimulai pemberian
terapi antibiotika IV dengan tujuan untuk mengontrol infeksi sebelum aliran
darah ke daerah tersebut menurun akibat terjadinya trombosis.
Bila infeksi
tampak telah terkontrol, antibiotika dapat diberikan per oral dan dilanjutkan
sampai 3 bulan. Bila penderita tidak menunjukkan respon terhadap terapi
antibiotika, tulang yang terkena harus dilakukan pembedahan, jaringan purulen
dan nekrotik diangkat(debridement) lalu daerah itu diirigasi secara
langsung dengan larutan salin fisiologis steril. Selanjutnya terapi antibiotika
dilanjutkan (Smeltzer & Bare,2001:2344).
KONSEP KEPERAWATAN
A. Fokus Pengkajian
1. Identitas klien dan penangung jawab
2. Riwayat kesehatan
· Keluhan Utama
Klien mengeluh nyeri ( prioritas utama yang dikeluhkan
klien / yang mengancam jiwa klien )
· Riwayat
penyakit sekarang
Klien dibawa ke Rumah Sakit dengan keluhan nyeri pada
tungkai bawah. Nyeri terasa panas dan senut-senut apabila dipegang atau diraba
. Skala nyeri pasien 7 . Nyeri sifatnya sering dan terus menerus . Klien
mengalami infeksi bakteri patogenik.
( Riwayat perjalanan penyakit sehingga klien
dirawat di rumah sakit. )
· Riwayat
kesehatan / perawatan dahulu
Klien 2 tahun yang lalu, mengalami kecelakaan dengan
fraktur terbuka pada tungkai bawah lalu dibawa ke dukun tulang. ( kaji riwayat
penyakit yang pernah klien derita, seperti yang dialami sekarang )
· Riwayat
kesehatan / perawatan keluarga
Dalam keluarga klien tidak ada keluarga yang menderita
penyakit seperti yang dialami klien saat ini. ( kaji riwayat kesehatan, apakah
keluarga klien ada yang menderita sakit seperti yang dialami oleh klien).
3. Pola fungsi kesehatan
a.) Pola aktivitas dan kaji aktifitas klien dan rentang
ketergantungannya seperti latihan mobilitas fisik, makan, minum, dan mandi.
b.) Pola Istirahat dan Tidur
Dengan keluhan sakit yang dialami oleh klien,Klien pasti
akan mengalami gangguan tidur dan pola tidurnya.Seperti tidak bisa tidur karena
rasa nyeri yang dirasakan.
c.) Pola Kognitif Persepsi
Dengan keluhan
sakit yang dialami oleh klien, klien pasti akan mengalahi kecemasan apalagi
kurangnya pengetahuan tentang sakitnya.
B. Pemeriksaan Fisik
a. Panas (39 - 40 oC).
b. Bengkak pada area terinfeksi
c. Kaku / keras jika dipalpasi
d. Kemerahan
e. Panas lokal jika dipalpasi
f. Kaji adanya kelainan
sirkulasi pada daerah distal ke daerah yang terinfeksi.
g. Nyeri tulang (menetap,
terlokalisir)
h. Kaji Keluhan Utama dan Tanda tnda
Vital
C. Prioritas Diagnosa
a. Nyeri berhubungan dengan inflamasi dan
pembengkakan (Brunner dan Suddarth, 2001)
b. Perubahan perfusi jaringan perifer berhubungan
dengan adanya sumbatan atau penyempitan
pembuluh darah akibat peradangan (Carpenito, 2001).
c. Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan
nyeri (Carpenito, 2001).
d. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan
adanya luka, peradangan atau ulkus (Carpenito, 2001).
e. Gangguan pola istirahat dan tidur berhubungan
dengan nyeri (Doenges, 2000).
f. Cemas berhubungan dengan kurang
pengetahuan tentang pengobatan Doenges, 2000).
g. Resiko tinggi penyebaran infeksi berhubungan
dengan pembentukan abses tulang (Doenges, 2000).
h. Resiko tinggi hipertermi berhubungan dengan
efek anestesi (Carpenito, 2001).
Perencanaan
Keperawatan
v Nyeri berhubungan dengan inflamasi dan pembengkakan.
Ø Tujuan : Nyeri berkurang (skala nyeri <3)
Ø Kriteria Hasil :
1. Pasien
menyatakan nyeri berkurang / hilang.
2. Wajah
pasien rileks.
3. Pasien
dapat istirahat.
Ø Intervensi :
1) Kaji tingkat nyeri, lokasi, frekuensi dan intensitasnya.
Rasional : Memilih intervensi yang perlu
dilakukan.
2) Lakukan imobilisasi pada bagian tulang yang terinfeksi.
Rasional
: Mengurangi nyeri dan spasme otot.
3) Tinggikan bagian yang sakit (terkena infeksi) dengan meninggikan
tempat tidur, atau menggunakan bantal / guling.
Rasional : Mengurangi
pembengkakan dan ketidaknyamanan yang ditimbulkannya.
4) Monitor status neurovaskuler
ekstremitas yang terkena.
5) Ajarkan teknik relaksasi
Rasional :
Mengurangi nyeri.
6) Kolaborasi pemberian analgetik sesuai program.
Rasional :
Menurunkan nyeri, spasme otot
v Perubahan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan
adanya sumbatan atau penyempitan pembuluh darah akibat peradangan.
Ø Tujuan :
Perfusi jaringan adequat
Ø Kriteria Hasil :
1. Nadi
perifer teraba
2. Kulit
hangat / kering
3. Penyembuhan
luka tepat waktu
Ø Intervensi :
1) Monitor TTV.
Rasional :
Indikator umum status sirkulasi dan keadequatan perfusi.
2) Lakukan pengkajian
neurovaskuler periodik, contoh : sensasi gerakan, nadi, warna kulit dan suhu.
Rasional :
Edema jaringan dapat mengganggu sirkulasi.
3) Inspeksi alat balutan.
Rasional :
Kehilangan darah terus menerus mengindikasikan kebutuhan untuk tambahan penggantian
cairan.
4) Lakukan perawatan luka
setiap hari dengan teknik aseptik.
Rasional :
Tidak terjadi infeksi
5) Kolaborasi monitor
pemeriksaan laboratorium (Hb, Ht)
Rasional :
Indikator hipovolemia / dehidrasi yang dapat mengganggu perfusi jaringan.
v Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan keterbatasan
antar tulang akibat pembengkakan
Ø Tujuan :
Mobilisasi fisik tidak terganggu
Ø Kriteria Hasil : Kebutuhan pasien terpenuhi
Ø Intervensi :
1) Kaji kemampuan mobilitas
pasien.
Rasional :
Mengetahui tingkat kelemahan yang klien alami
2) Imobilisasi bagian tubuh
yang terkena infeksi / luka.
Rasional :
Mengurangi ketidaknyamanan dan mencegah terjadinya fraktur pada area yang
terinfeksi.
3) Anjurkan keluarga untuk
selalu membantu dan memberikan perhatiannya.
Rasional :
Bantuan dan dorongan keluarga adalah faktor terpenting dalam membantu
kesembuhan klien.
4) Lakukan gerakan-gerakan
ringan pada otot / sendi yang tidak sakit.
Rasional :
Untuk menghindari terjadinya kekakuan otot.
5) Berikan penjelasan pada
pasien tentang pembatasan gerakan yang dilakukan.
Rasional :
Mencegah trauma tambahan yang dapat memperparah penyakit yang tidak diharapkan.
v Gangguan integritas kulit berhubungan dengan adanya luka,
peradangan atau ulkus.
Ø Tujuan :
Integritas kulit kembali seperti sebelumnya.
Ø Kriteria Hasil :
1. Klien
mengatakan ketidaknyamanan hilang
2. Penyembuhan
luka sesuai waktu
Ø Intervensi:
1) Monitor TTV
Rasional :
Indikator umum status sirkulasi.
2) Kaji kulit : adanya luka,
perubahan warna, perdarahan.
Rasional :
Memberikan informasi tentang sirkulasi kulit dan masalah yang mungkin oleh alat
atau pemasangan plate, atau pembentukan edema yang membutuhkan intervensi medik
lanjut.
3) Masase kulit, pertahankan
tempat tidur kering dan bebas kerutan
Rasional :
Menurunkan tekanan pada area yang peka dan resiko abrasi / kerusakan kulit.
4) Bersihkan daerah sekitar
luka dengan air hangat
Rasional :
Untuk melancarkan aliran darah ke area luka dan sekitarnya
v Gangguan pola istirahat dan tidur berhubungan dengan
nyeri
Ø Tujuan : Istirahat
dan tidur klien kembali optimal / tidak ada gangguan
Ø Kriteria Hasil :
1. Wajah
klien rileks
2. Mata
tidak memerah
3. Klien
terlihat segar dan bersemangat
c. Intervensi :
1) Kaji penyebab klien
tidak bisa tidur
Rasional :
Dengan mengetahui penyebab, dapat mengatasi masalahnya
2) Beri kesempatan klien
mengungkapkan perasaannya
Rasional :
Bantuan yang diberikan sesuai dengan harapan / kebutuhan klien
3) Jelaskan manfaat
istirahat dan tidur bagi proses penyembuhan dan selama pengobatan
Rasional :
Menstimulasi klien untuk berfikir tentang manfaat istirahat & tidur
sehingga klien termotivasi dan dapat keluar dari perasaan yang menyebabkan
tidak bisa tidur.
4) Anjurkan klien memilih cara
senyaman mungkin untuk memulai tidur tanpa dipaksakan.
Rasional :
Cara yang dipilih adalah yang disukai klien
v Cemas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang
pengobatan
Ø
Tujuan :
Cemas berkurang / hilang
Ø
Kriteria Hasil :
1. Wajah
klien rileks
2. Klien
tidak bertanya lagi
Ø Intervensi :
1) Kaji tingkat kecemasan klien
Rasional :
Untuk menentukan tingkat kecemasan dan dasar dalam tindakan keperawatan
selanjutnya
2) Kaji penyebab kecemasan
klien
Rasional : Dengan
mengetahui penyebab masalah dapat diselesaikan
3) Beri kesempatan klien mengungkapkan
perasaannya
Rasional :
Bantuan yang diberikan sesuai dengan harapan / kebutuhan klien
4) Jelaskan informasi tentang
pengobatan sesuai kebutuhan klien
Rasional :
Klien sebagai objek memerlukan informasi yang pasti tentang segala tindakan
yang dilakukan padanya.
5) Anjurkan klien bertanya bila
belum jelas
Rasional :
Informasi yang diberikan sesuai kebutuhan klien.
6) Libatkan keluarga dalam
tindakan keperawatan
Rasional : Keluarga
sebagai support sistem terpenting dalam kesembuhan klien.
v Resiko tinggi penyebaran infeksi berhubungan dengan abses
tulang.
Ø Tujuan :
Tidak terjadi penyebaran infeksi
Ø Kriteria Hasil :
1. Mencapai
penyembuhan luka tepat waktu.
2. Tidak
terdapat tanda-tanda peradangan pada bagian yang lain.
Ø Intervensi :
1) Monitor TTV
Rasional :
Indikator umum status sirkulasi.
2) Lakukan
perawatan luka dengan teknik aseptik.
Rasional :
Menimimalkan kesempatan produksi bakteri.
3) Kolaborasi pemberian
antibiotik sesuai dengan indikasi.
Rasional :
Meminimalkan kuman yang ada.
4) Anjurkan pasien untuk selalu
menjaga kebersihan baik luka maupun dirinya.
Rasional :
Meminimalkan resiko penyebaran infeksi
5) Kolaborasi monitor
pemeriksaan laboratorium (eritrosit)
Rasional :
Mengetahui tingkat infeksinya.
v Resiko tinggi hipertermi berhubungan dengan efek anestesi
Ø
Tujuan :
Tidak terjadi hipertermi
Ø
Kriteria Hasil :
1. Klien
tidak mengeluh kedinginan
2. Klien
tidak menggigil lagi
3. Suhu
tubuh klien normal (36,50 C – 37,50 C)
Ø Intervensi :
1) Monitor tanda-tanda vital
Rasional :
Mengetahui keadaan umum klien dan sebagai dasar penentuan intervensi.
2) Beri kompres hangat
Rasional :
Memberikan kenyamanan dan mengurangi rasa dingin klien
3) Beri selimut yang tebal
Rasional :
Agar klien merasa lebih hangat.
ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN
OSTEOPOROSIS
A. KONSEP MEDIK
1. Definisi
· Osteoporosis
adalah penyakit metabolisme tulang yang kronik dan progresif, yang ditandai
dengan massa tulang yang rendah dan kerusakan struktural jaringan tulang, yang
dapat mengakibatkan kerapuhan tulang. (Sharon L. Lewis, 2007).
· Osteoporosis
adalah penyakit metabolik dimana terjadi demineralisasi tulang yang menyebabkan
penurunan densitas dan berikutnya menyebabkan fraktur. (Donna Ignatavicius,
2002).
2. Klasifikasi
- Osteoporosis
primer : kondisi ini lebih sering terjadi, dan bukan karena kondisi patologis.
Osteoporosis primer dapat terjadi pada pria dan wanita pada berbagai usia
tetapi lebih sering terjadi pada wanita setelah menopause dan pria pada usia
lanjut. Osteoporosis primer dibagai lagi menjadi 2 subtipe yaitu :
a. Tipe
I (postmenopause) : terjadi pada wanita antara usia 55 dan 65 tahun.
b. Tipe
II (senile) : terjadi pada usia lebih dari 65 tahun.
- Osteoporosis
sekunder : disebabkan karena kondisi medis, seperti hiperparatiroid, terapi
obat jangka panjang seperti kortikodteroid ataupun karena imobilisasi yang
lama, seperti pada pasien dengan injuri spinal cord.
3. Patofisiologi
Tulang membentuk rangka
penunjang dan pelindung bagi tubuh dan tempat untuk melekatnya otot-otot yang
menggerakkan rangka tubuh. Ruang di tengah tulang-tulang tertentu berisi
jaringan hematopoietik, yang membentuk berbagai sel darah. Tulang juga
merupakan tempat primer untuk menyimpan dan mengatur kalsium dan fosfat.
Komponen-komponen
nonselular utama dar jaringan tulang adalah mineral-mineral dan matriks organik
(kolagen dan proteoglikan). Kalsium dan fosfat membentuk suatu garam kristal
(hidroksiapatit), yang tertimbun pada matriks kolagen dan proteoglikan. Mineral-mineral
ini memampatkan kekuatan tulang. Matriks organik tulang disebut juga sebagai
osteoid. Materi organik lain yang menyusun tulang berupa proteoglikan seperti
asam hialuronat.
Bagian-bagian khas dari
sebuah tulang panjang :
· Diafisis
atau batang, adalah bagian tengah tulang yang berbentuk silinder. Bagian ini
tersusun dari tulang kortikal yang memiliki kekuatan yang besar. Sumsum kuning
terdapat pada diafisis, terutama terdiri dari sel-sel lemak.
· Metafisis,
adalah bagian tulang yang melebar di dekat ujung akhir batang. Daerah ini
terutama disusun oleh tulang trabekular atau tulang spongiosa yang mengandung
sel-sel hematopoietik. Sumsum merah juga terdapat di bagian epifisis
dan diafisis tulang.
· Lempeng
epifisis, adalah daerah pertumbuhan longitudinal pada anak-anak, dan bagian ini
akna menghilang pada tulang dewasa. Bagian epifisis langsung berbatasan dengan
sendi tulang panjang yang bersatu dengan metafisis sehingga pertumbuhan
memanjang tulang berhenti.
Seluruh tulang diliputi
oleh lapisan fibrosa yang disebut perioteum yang mengandung sel-sel yang dapat
berproliferasi yang berperan dalam proses pertumbuhan transversal tulang
panjang. Kebanyakan tulang panjang mempunyai arteria nutrisi khusus. Lokasi dan
keutuhan dari arteri-arteri inilah yang menentukan berhasil atau tidaknya
proses penyembuhan suatu tulang yang patah.
Tulang adalah suatu
jaringan dinamis yang terususun dari tiga jenis sel : osteoblas, osteosit, dan
osteoklas. Osteoblas membangun tulang dengan membentuk kolagen tipe I dan
prteoglikan sebagai metriks tulang atau jaringan oeteoid melalui suatu proses
yang disebut osifikasi. Ketika sedang aktif menghasilkan jarigan osteoid,
osteoblas mensekresikan sejumlah besar fosfatase alkali yang memegang peranana
penting dalam mengendapkan kalsium dan fosfat ke dalam matriks tulang. Sebagian
dari fosfatase alkali akan memasuki alirah darah, dengan semikian maka kadar
fosfatase alkali dapat menjadi indikator yang baik tentang tingkat pembentukan
tulang setelah mengalami patah tulang atau pada kasus metastasis kanker tulang.
Osteosit adalah sel-sel
tulang dewasa yang bertindak sebagai suatu lintasan untuk pertukaran kimiawi
melalui tulang padat.
Osteoklas adalah sel-sel
besar berinti banyak yang memungkinkan mineral dan matriks tulang dapat
diabsorpsi. Sel-sel ini menghasilkan enzim-enzim proteolitik yang memecahkan
matriks dan beberapa asam yang melarutkan mineral tulang, sehingga kalsium dan
fosfat terlepas ke dalam aliran darah.
4. Etiologi
Faktor risiko :
- Usia
tua
- Wanita
- Kurus
- Riwayat
keluarga dengan osteoporosis
- Diet
rendah kalsium
- Etnik
kulit putih atau orang asia
- Konsumsi
alkohol berlebihan
- Perokok
- Gaya
hidup inaktif
- Penggunaan
kortikosteroid, pengganti tiroid, heparin, sedativ long-acting, atau obat
antikejang dalam jangka panjang
- Postmenopause,
termasuk menopause dini atau menopause akibat operasi
- Riwayat
anorexia nervosa atau bulimia, penyakit liver kronik, atau sindrom malabsorpsi
- Konsumsi
kafein berlebihan
- Level
testosteron rendah (hipogonadisme pada laki-laki)
5. Manifestasi Klinis
Osteoporosis sering disebut
“silent disease” karena kehilangan tulang timbul tanpa gejala. Seseorang tidak
mengetahui ia mempunya osteoporosis sampai tulang mereka menjadi sangat lemah
sehingga tiba-tiba berbunyi, berbenjol atau jatuh akibat fraktur panggul,
vertebra, atau pergelangan tangan. Memendeknya vertebra dapat didahului dengan
nyeri punggung, penurunan tinggi badan, atau deformitas spinal seperti kiposis,
atau bungkuk.
6. Test Diagnostik dan Laboratorium
- X-ray
- Bone
Mineral Density (BMD) : untuk mengukur densitas tulang
- Serum
kalsium, posphor, alkalin fosfatase
- Quantitative
ultrasound (QUS) : mebgukur densitas tulang dengan gelombang suara
7. Penatalaksanaan Medis
- Therapi estrogen
- Suplemen ca & vitamin D
- Pemberian kalcitonin
- Olah raga cukup
- Kontak sinar matahari
- Penyebab sekunder dicari dan diatasi
- Hindari rokok, kopi, alkohol.
B. KONSEP KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan
- Kaji pengetahuan pasien tentang penyakit
- Kebiasaan minum alkohol, kafein
- Riwayat keluarga dengan osteoporosis
- Riwayat anoreksia nervosa, bulimia
- Penggunaan steroid
b. Pola nutrisi metabolik
- Inadekuat intake kalsium
c. Pola aktivitas dan latihan
- Fraktur
- Badan bungkuk
- Jarang berolah raga
d. Pola tidur dan istirahat
- Tidur terganggu karena nyeri
e. Pola persepsi kognitif
- Nyeri punggung
f. Pola reproduksi seksualitas
- Menopause
g. Pola mekanisme koping terhadap stres
- Stres, cemas karena penyakitnya
2. Diagnosa Keperawatan
a. Risti injury: fraktur b.d kecelakaan
ringan/jatuh
b. Nyeri b.d adanya fraktur
c. Konstipasi b.d imobilitas
d. Kurang pengetahuan mengenai proses
osteoporosis dan program terapi
3. Perencanaan
1) Risti injury: fraktur b.d kecelakaan
ringan/jatuh
HYD: klien tidak mengalami jatuh atau fraktur akibat
jatuh
Intervensi:
a. Ciptakan lingkungan yang aman dan bebas bahaya bagi klien.
R/. lingkungan yang bebas bahaya mengurangi risiko untuk
jatuh dan mengakibatkan fraktur.
b. Beri support untuk kebutuhan ambulansi;
mengunakan alat bantu jalan atau tongkat.
R/. Memberi support ketika berjalan mencegah tidak
jatuh pada lansia.
c. Bantu klien penuhi ADL (activities daily
living) dan cegah klien dari pukulan yang tidak sengaja
atau kebetulan.
R/. Benturan yang keras
menyebabkan fraktur tulang, karena tulang sudah rapuh, porus dan
kehilangan kalsium.
d. Anjurkan klien untuk belok dan
menunduk/bongkok secara perlahan dan tidak mengangkat beban yang berat.
R/. Gerakan
tubuh yang cepat dapat
mempermudah fraktur compression vertebral pada klien dengan osteoporosis
e. Ajarkan klien tentang pentingnya diet (tinggi
kalsium, vitamin D) dalam mencegah osteoporosis lebih lanjut.
R/ Diet kalsium memelihara tingkat kalsium dalam
serum, mencegah kehilangan kalsium ekstra dalam tulang.
f. Anjurkan klien untuk menguragi kafein dan alkohol.
R/. kafein m berlebihan meningkat pengeluaran kalsium berlebihan dalam urine;
alkohol berlebihan meningkatkan asidosis, meningkatkan reabsorpsi tulang.
g. Ajarkan klien akan efek dari rokok dalam
remodeling tulang.
R/. rokok meningkatkan asidosis
2) Nyeri b.d adanya fraktur.
HYD: Klien mampu melakukan tindakan mandiri untuk
mengurangi nyeri, dan nyeri berkurang sampai hilang.
Intervensi:
a. Kaji lokasi nyeri, tingkat nyeri, durasi,
frekuensi dan intensitas nyeri.
R/. menentukan intervensi keperawatan yang tepat untuk
klien
b. Anjurkan klien istirahat ditempat tidur dan
anjurkan klien untuk mengambil psosisi terlentang atau miring yang nyaman bagi
kalien
R/. Peredaaan nyeri punggung dapat dilakukan dengan
istirahat di tempat tidur dengan posisi telentang atau miring ke samping selama
beberapa hari.
c. Beri kasur padat dan tidak lentur.
R/. Memberikan rasa
nyaman bagi klien
d. Ajarkan klien tehknik relaksasi dengan
melakukan fleksi lutut.
R/. Fleksi lutut dapat meningkatkan rasa nyaman dengan
merelaksasi otot.
e. Berikan kompres hangat intermiten dan pijatan punggung.
R/. kompres hangan dan pijat pada punggung memperbaiki
relaksasi otot.
f. Ajarkan dan anjurkan klien untuk menggerakkan
batang tubuh sebagai satu unit dan hindari gerakan memuntir.
R/. Gerakan tubuh memuntir dapat meningkatkan risiko cedera.
g. Bantu klien untuk turun
dari tempat tidur.
h. Pasang korset lumbosakral untuk menyokong dan imobilisasi
sementara, meskipun alat serupa kadang terasa tidak nyaman dan kurang bisa
ditoleransi oleh kebanyakan lansia.
i. Bila pasien sudah dapat menghabiskan lebih
banyak waktunya di luar tempat tidur perlu dianjurkan untuk sering istirahat
baring untuk mengurangi rasa tak nyaman dan mengurangi stres akibat postur
abnormal pada otot yang melemah.
j. Opioid oral mungkin diperlukan
untuk hari-hari pertama setelah awitan nyeri punggung. Setelah beberapa hari, analgetika non – opoid
dapat mengurangi nyeri.
3. Konstipasi b.d imobilitas atau ileus
obstruksi.
HYD: Klien tidak mengalami konstipasi, klien dapat bab
2-3 kali dalam seminggu, konsistensi feces lunak, dan tidak ada kolaps pada
T10-L2
Intervensi:
a. Kaji pola elimeinasi bab klien
R/. menentukan intervensi bila ada gangguan pada
eliminasi bab
b. Berikan diet tinggi serat.
R/. Tinggi serat membantu proses pengosongan usus dan
meminimalkan kostipasi
c. Anjurkan klien minum 1,5-2 liter/hari bila tidak ada
kontraindikasi.
R/. Pemenuhan cairan yang adekuat dapat membantu atau
meminimalkan konstipasi.
d. Pantau asupan pasien, bising usus dan aktivitas usus
karena bila terjadi kolaps vertebra pada T10-L2, maka pasien dapat mengalami
ileus.
e. Kolaborasi untuk pemberian pelunak tinja dan berikan
pelunak tinja sesuai ketentuan
R/. Membantu meminimalkan konstipasi
4. Kurang pengetahuan mengenai proses
osteoporosis dan program terapi
HYD: meningkatkan pengetahuan klien tentang osteoporosis,
cara pencegahan dan program tindakan
Intervensi:
a. Kaji tingkat pengetahuan klien tentang osteoporosis.
b. Ajarkan pada klien tentang faktor-faktor yang
mempengaruhi terjadinya oeteoporosis.
c. Anjurkan diet atau suplemen kalsium yang memadai.
d. Timbang Berat badan secara teratur dan modifikasi gaya
hidup seperti Pengurangan kafein, rokok dan alkohol.
R/. Hal ini dapat membantu mempertahankan massa tulang.
e. Anjurkan dan ajarka cara latihan aktivitas fisik sesuai
kemampuan klien.
R/. Latihan aktivitas merupakan kunci utama untuk
menumbuhkan tulang dengan kepadatan tinggi yang tahan terhadap terjadinya
oestoeporosis.
f. Anjurkan pada lansia untuk tetap membutuhkan kalsium,
vitamin D, sinar matahari. R/. Kebutuhan kalsium, vitamin D, terpapar sinar
matahari pagi yang memadai dapat meminimalkan efek
oesteoporosis.
g. Berikan Pendidikan pasien mengenai efek samping
penggunaan obat. Karena nyeri lambung dan distensi abdomen merupakan efek
samping yang sering terjadi pada suplemen kalsium, maka pasien sebaiknya
meminum suplemen kalsium bersama makanan untuk mengurangi terjadinya efek
samping tersebut. Selain itu, asupan cairan yang memadai dapat menurunkan
risiko pembentukan batu ginjal.
4. Discharge
Planning
· Anjurkan klien dan keluarga melakukan fisik
secara teratur sangat penting untuk memperkuat otot, mencegah atrofi dan
memperlambat demineralisasi tulang progresif.
· Ajarkan klien dan keluarga latihan isometric,
untuk memperkuat batang tubuh
· Anjurkan klien dan keluarga untuk
memperhatikan diet tinggi kalsium dan banyak minum air putih 1.5-2 liter / hari
· Anjurkan klien untuk berjemur dibawah sinar
matahari pada pagi hari dan vitamin D yang adekuat
· Hindari gerakan mendadak dan mengangkat beban
berat.
· Beri alat bantu jalan (tongkat, pagar / pegangan pada dinding rumah) pada klien lansia untuk mencegah
jatuh
· Ciptakan lingkungan rumah yang nyaman dan
aman, lantai rumah tidak licin.
· Gunakan keset kamar mandi dari bahan yang
tidak lincin.
· Berikan penerangan dalam rumah yang baik
· Kamar mandi/WC tidak licin, kloset duduk yang
nyaman bagi klien lansia
KESIMPULAN
A. KESIMPULAN
Osteomylitis
adalah infeksi tulang yang dapat menjadi masalah kronis yang akan mempengaruhi
kualitas hidup atau mengakibatkan kehilangan ekstremitas.
Pembagian Osteomielitis :
1. Primer, yang disebabkan penyebaran secara hematogen
dari fokus lainnya, dapat dibagi menjadi : osteomielitis akut dan kronik.
2. Sekunder ( osteomielitis per kontinuitatum ). Yang
disebabkan penyebaran kuman dari sekitarnya, seperti bisul dan luka.
· Osteoporosis
adalah penyakit metabolisme tulang yang kronik dan progresif, yang ditandai
dengan massa tulang yang rendah dan kerusakan struktural jaringan tulang, yang
dapat mengakibatkan kerapuhan tulang. (Sharon L. Lewis, 2007).
· Osteoporosis
adalah penyakit metabolik dimana terjadi demineralisasi tulang yang menyebabkan
penurunan densitas dan berikutnya menyebabkan fraktur. (Donna Ignatavicius,
2002).
Osteoporosis
primer : kondisi ini lebih sering terjadi, dan bukan karena kondisi patologis.
Osteoporosis primer dapat terjadi pada pria dan wanita pada berbagai usia
tetapi lebih sering terjadi pada wanita setelah menopause dan pria pada usia
lanjut. Osteoporosis primer dibagai lagi menjadi 2 subtipe yaitu :
a. Tipe
I (postmenopause) : terjadi pada wanita antara usia 55 dan 65 tahun.
b. Tipe
II (senile) : terjadi pada usia lebih dari 65 tahun.
- Osteoporosis sekunder :
disebabkan karena kondisi medis, seperti hiperparatiroid, terapi obat jangka
panjang seperti kortikodteroid ataupun karena imobilisasi yang lama, seperti
pada pasien dengan injuri spinal cord.
B. SARAN
1. Materi
kuliah hendaknya di ambil dari berbagai literatrur-literatur guna menunjang proses
belajar mengajar supaya lebih baik dan mahasiswa lebih aktif dalam perkuliahan.
2. Dalam
pelaksanaan diskusi kelompok mahasiswa harus lebih aktif bertanya agar tercipta
suatu dinamika yang lebih membangun.
DAFTAR
PUSTAKA
ü Kumar, Vinay, Abul K. Abbas dan Nelson
Fausto. 2005. Robbins and Cotran Pathologic Basis of Disease. Seventh
Edition. Philadelphia : Elsevier Saunders.
ü Lewis, Sharon L. 2007. Medical
Surgical Nursing : Assessment and Management of Clinical Problems Volume
2. Seventh Edition. St.Louis : Mosby.
ü Price, Sylvia A dan Lorraine M. Wilson. Alih
bahasa : Brahm U. Pendit. 2005. Patofisiologi : Konsep Klinis
Proses-proses Penyakit Volume 1.Edisi 6. Jakarta : EGC.
ü Sherwood, Lauralee. Alih bahasa : Brahm U.
Pendit. 2001. Fisiologi Manusia Dari Sel ke Sistem.Edisi 2. Jakarta
: EGC.
ü Asep, P. 2001. Osteomielitis : Perkembangan
10 tahun Terakhir, Jurnal Cermin Dunia Kedokteran, (online), No.23,
(http//www.medicastore.co.id, diakses tanggal 12 Februari 2012).
ü Carpenito, Lynda Juall. (2001). Buku
Saku Diagnosa Keperawatan. Alih bahasa Monica Ester. Jakarta : EGC.
ü Doengoes, Maryln E. (2000). Rencana
Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan
Pasien. Alih bahasa : I Made Karyasa. Jakarta : EGC.
ü Price, Sylvia A. (2005). Patofisiologi
: Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Edisi ke 4. Alih bahasa
: Peter Anugrah. Jakarta : EGC.
ü Rendra Leonas. 2005. Infeksi Tulang
Serang Semua Umur (online), (http: //www.sriwijaya-postonline.com, diakses tanggal 12 Februari 2012).
ü Smeltzer, Suzanne C. (2002). Buku
Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Jakarta : EGC.
0 komentar:
Posting Komentar