ASUHAN
KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN OSTEOPOROSIS
A. KONSEP MEDIK
1. Definisi
· Osteoporosis adalah
penyakit metabolisme tulang yang kronik dan progresif, yang ditandai dengan
massa tulang yang rendah dan kerusakan struktural jaringan tulang, yang dapat
mengakibatkan kerapuhan tulang. (Sharon L. Lewis, 2007).
· Osteoporosis adalah
penyakit metabolik dimana terjadi demineralisasi tulang yang menyebabkan
penurunan densitas dan berikutnya menyebabkan fraktur. (Donna Ignatavicius,
2002).
2. Klasifikasi
- Osteoporosis primer :
kondisi ini lebih sering terjadi, dan bukan karena kondisi patologis.
Osteoporosis primer dapat terjadi pada pria dan wanita pada berbagai usia
tetapi lebih sering terjadi pada wanita setelah menopause dan pria pada usia
lanjut. Osteoporosis primer dibagai lagi menjadi 2 subtipe yaitu :
a. Tipe I (postmenopause)
: terjadi pada wanita antara usia 55 dan 65 tahun.
b. Tipe II (senile) :
terjadi pada usia lebih dari 65 tahun.
- Osteoporosis sekunder
: disebabkan karena kondisi medis, seperti hiperparatiroid, terapi obat jangka
panjang seperti kortikodteroid ataupun karena imobilisasi yang lama, seperti
pada pasien dengan injuri spinal cord.
3. Anatomi Fisiologi
Tulang membentuk rangka penunjang dan
pelindung bagi tubuh dan tempat untuk melekatnya otot-otot yang menggerakkan
rangka tubuh. Ruang di tengah tulang-tulang tertentu berisi jaringan
hematopoietik, yang membentuk berbagai sel darah. Tulang juga merupakan tempat
primer untuk menyimpan dan mengatur kalsium dan fosfat.
Komponen-komponen nonselular utama dar
jaringan tulang adalah mineral-mineral dan matriks organik (kolagen dan
proteoglikan). Kalsium dan fosfat membentuk suatu garam kristal
(hidroksiapatit), yang tertimbun pada matriks kolagen dan proteoglikan.
Mineral-mineral ini memampatkan kekuatan tulang. Matriks organik tulang disebut
juga sebagai osteoid. Materi organik lain yang menyusun tulang berupa
proteoglikan seperti asam hialuronat.
Bagian-bagian khas dari sebuah tulang panjang
:
· Diafisis atau batang,
adalah bagian tengah tulang yang berbentuk silinder. Bagian ini tersusun dari
tulang kortikal yang memiliki kekuatan yang besar. Sumsum kuning terdapat pada
diafisis, terutama terdiri dari sel-sel lemak.
· Metafisis, adalah
bagian tulang yang melebar di dekat ujung akhir batang. Daerah ini terutama
disusun oleh tulang trabekular atau tulang spongiosa yang mengandung sel-sel
hematopoietik. Sumsum merah juga terdapat di bagian epifisis dan
diafisis tulang.
· Lempeng epifisis,
adalah daerah pertumbuhan longitudinal pada anak-anak, dan bagian ini akna
menghilang pada tulang dewasa. Bagian epifisis langsung berbatasan dengan sendi
tulang panjang yang bersatu dengan metafisis sehingga pertumbuhan memanjang
tulang berhenti.
Seluruh tulang diliputi oleh lapisan fibrosa
yang disebut perioteum yang mengandung sel-sel yang dapat berproliferasi yang
berperan dalam proses pertumbuhan transversal tulang panjang. Kebanyakan tulang
panjang mempunyai arteria nutrisi khusus. Lokasi dan keutuhan dari
arteri-arteri inilah yang menentukan berhasil atau tidaknya proses penyembuhan
suatu tulang yang patah.
Tulang adalah suatu jaringan dinamis yang
terususun dari tiga jenis sel : osteoblas, osteosit, dan osteoklas. Osteoblas
membangun tulang dengan membentuk kolagen tipe I dan prteoglikan sebagai
metriks tulang atau jaringan oeteoid melalui suatu proses yang disebut
osifikasi. Ketika sedang aktif menghasilkan jarigan osteoid, osteoblas
mensekresikan sejumlah besar fosfatase alkali yang memegang peranana penting
dalam mengendapkan kalsium dan fosfat ke dalam matriks tulang. Sebagian dari
fosfatase alkali akan memasuki alirah darah, dengan semikian maka kadar
fosfatase alkali dapat menjadi indikator yang baik tentang tingkat pembentukan
tulang setelah mengalami patah tulang atau pada kasus metastasis kanker tulang.
Osteosit adalah sel-sel tulang dewasa yang
bertindak sebagai suatu lintasan untuk pertukaran kimiawi melalui tulang padat.
Osteoklas adalah sel-sel besar berinti banyak
yang memungkinkan mineral dan matriks tulang dapat diabsorpsi. Sel-sel ini
menghasilkan enzim-enzim proteolitik yang memecahkan matriks dan beberapa asam
yang melarutkan mineral tulang, sehingga kalsium dan fosfat terlepas ke dalam
aliran darah.
4. Etiologi
Faktor risiko :
- Usia tua
- Wanita
- Kurus
- Riwayat keluarga
dengan osteoporosis
- Diet rendah kalsium
- Etnik kulit putih atau
orang asia
- Konsumsi alkohol
berlebihan
- Perokok
- Gaya hidup inaktif
- Penggunaan
kortikosteroid, pengganti tiroid, heparin, sedativ long-acting, atau obat
antikejang dalam jangka panjang
- Postmenopause,
termasuk menopause dini atau menopause akibat operasi
- Riwayat anorexia
nervosa atau bulimia, penyakit liver kronik, atau sindrom malabsorpsi
- Konsumsi kafein
berlebihan
- Level testosteron
rendah (hipogonadisme pada laki-laki)
5. Manifestasi Klinis
Osteoporosis sering disebut “silent disease”
karena kehilangan tulang timbul tanpa gejala. Seseorang tidak mengetahui ia
mempunya osteoporosis sampai tulang mereka menjadi sangat lemah sehingga
tiba-tiba berbunyi, berbenjol atau jatuh akibat fraktur panggul, vertebra, atau
pergelangan tangan. Memendeknya vertebra dapat didahului dengan nyeri punggung,
penurunan tinggi badan, atau deformitas spinal seperti kiposis, atau bungkuk.
6. Test Diagnostik dan
Laboratorium
- X-ray
- Bone Mineral Density
(BMD) : untuk mengukur densitas tulang
- Serum kalsium,
posphor, alkalin fosfatase
- Quantitative
ultrasound (QUS) : mebgukur densitas tulang dengan gelombang suara
7. Penatalaksanaan Medis
- Therapi estrogen
- Suplemen ca & vitamin D
- Pemberian kalcitonin
- Olah raga cukup
- Kontak sinar matahari
- Penyebab sekunder dicari dan diatasi
- Hindari rokok, kopi, alkohol.
B. Konsep Keperawatan
1. Pengkajian
a. Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan
- Kaji pengetahuan pasien tentang penyakit
- Kebiasaan minum alkohol, kafein
- Riwayat keluarga dengan osteoporosis
- Riwayat anoreksia nervosa, bulimia
- Penggunaan steroid
b. Pola nutrisi metabolik
- Inadekuat intake kalsium
c. Pola aktivitas dan latihan
- Fraktur
- Badan bungkuk
- Jarang berolah raga
d. Pola tidur dan istirahat
- Tidur terganggu karena nyeri
e. Pola persepsi kognitif
- Nyeri punggung
f. Pola reproduksi seksualitas
- Menopause
g. Pola mekanisme koping terhadap stres
- Stres, cemas karena penyakitnya
2. Diagnosa Keperawatan
a. Risti injury: fraktur b.d kecelakaan ringan/jatuh
b. Nyeri b.d adanya fraktur
c. Konstipasi b.d imobilitas
d. Kurang pengetahuan mengenai proses osteoporosis dan program
terapi
3. Perencanaan
1) Risti injury: fraktur b.d kecelakaan ringan/jatuh
HYD: klien tidak
mengalami jatuh atau fraktur akibat jatuh
Intervensi:
a. Ciptakan lingkungan yang aman dan bebas bahaya bagi klien.
R/. lingkungan yang bebas
bahaya mengurangi risiko untuk jatuh dan mengakibatkan fraktur.
b. Beri support untuk kebutuhan ambulansi; mengunakan alat bantu
jalan atau tongkat.
R/. Memberi support
ketika berjalan mencegah tidak jatuh pada lansia.
c. Bantu klien penuhi ADL (activities daily living) dan cegah klien dari pukulan
yang tidak sengaja atau kebetulan.
R/. Benturan yang keras menyebabkan fraktur
tulang, karena tulang sudah rapuh, porus dan kehilangan kalsium.
d. Anjurkan klien untuk belok dan menunduk/bongkok secara perlahan
dan tidak mengangkat beban yang berat.
R/. Gerakan tubuh yang
cepat dapat mempermudah fraktur compression vertebral pada klien
dengan osteoporosis
e. Ajarkan klien tentang pentingnya diet (tinggi kalsium, vitamin
D) dalam mencegah osteoporosis lebih lanjut.
R/ Diet kalsium
memelihara tingkat kalsium dalam serum, mencegah kehilangan kalsium ekstra
dalam tulang.
f. Anjurkan klien untuk menguragi kafein dan alkohol.
R/. kafein m berlebihan
meningkat pengeluaran kalsium berlebihan dalam urine; alkohol berlebihan meningkatkan
asidosis, meningkatkan reabsorpsi tulang.
g. Ajarkan klien akan efek dari rokok dalam remodeling tulang.
R/. rokok
meningkatkan asidosis
2) Nyeri b.d adanya fraktur.
HYD: Klien mampu
melakukan tindakan mandiri untuk mengurangi nyeri, dan nyeri berkurang sampai
hilang.
Intervensi:
a. Kaji lokasi nyeri, tingkat nyeri, durasi, frekuensi dan
intensitas nyeri.
R/. menentukan intervensi
keperawatan yang tepat untuk klien
b. Anjurkan klien istirahat ditempat tidur dan anjurkan klien untuk
mengambil psosisi terlentang atau miring yang nyaman bagi kalien
R/. Peredaaan nyeri
punggung dapat dilakukan dengan istirahat di tempat tidur dengan posisi
telentang atau miring ke samping selama beberapa hari.
c. Beri kasur padat dan tidak lentur.
R/. Memberikan rasa nyaman bagi klien
d. Ajarkan klien tehknik relaksasi dengan melakukan fleksi lutut.
R/. Fleksi lutut dapat
meningkatkan rasa nyaman dengan merelaksasi otot.
e. Berikan kompres hangat intermiten dan pijatan
punggung.
R/. kompres hangan dan
pijat pada punggung memperbaiki relaksasi otot.
f. Ajarkan dan anjurkan klien untuk menggerakkan batang tubuh
sebagai satu unit dan hindari gerakan memuntir.
R/. Gerakan tubuh memuntir dapat
meningkatkan risiko cedera.
g. Bantu klien untuk turun dari tempat tidur.
h. Pasang korset lumbosakral untuk menyokong dan imobilisasi sementara,
meskipun alat serupa kadang terasa tidak nyaman dan kurang bisa ditoleransi
oleh kebanyakan lansia.
i. Bila pasien sudah dapat menghabiskan lebih banyak waktunya di
luar tempat tidur perlu dianjurkan untuk sering istirahat baring untuk
mengurangi rasa tak nyaman dan mengurangi stres akibat postur abnormal pada
otot yang melemah.
j. Opioid oral mungkin diperlukan untuk hari-hari pertama setelah
awitan nyeri punggung. Setelah beberapa hari, analgetika non – opoid dapat mengurangi
nyeri.
3. Konstipasi b.d imobilitas atau ileus obstruksi.
HYD: Klien tidak
mengalami konstipasi, klien dapat bab 2-3 kali dalam seminggu, konsistensi
feces lunak, dan tidak ada kolaps pada T10-L2
Intervensi:
a. Kaji pola elimeinasi bab klien
R/.
menentukan intervensi bila ada gangguan pada eliminasi bab
b. Berikan diet tinggi serat.
R/.
Tinggi serat membantu proses pengosongan usus dan meminimalkan kostipasi
c. Anjurkan klien minum 1,5-2 liter/hari bila
tidak ada kontraindikasi.
R/.
Pemenuhan cairan yang adekuat dapat membantu atau meminimalkan konstipasi.
d. Pantau asupan pasien, bising usus dan
aktivitas usus karena bila
terjadi kolaps vertebra pada T10-L2, maka pasien dapat mengalami ileus.
e. Kolaborasi untuk pemberian pelunak tinja
dan berikan pelunak tinja sesuai ketentuan
R/. Membantu
meminimalkan konstipasi
4. Kurang pengetahuan mengenai proses osteoporosis dan program
terapi
HYD: meningkatkan
pengetahuan klien tentang osteoporosis, cara pencegahan dan program tindakan
Intervensi:
a. Kaji tingkat pengetahuan klien tentang
osteoporosis.
b. Ajarkan pada klien tentang faktor-faktor
yang mempengaruhi terjadinya oeteoporosis.
c. Anjurkan diet atau suplemen kalsium yang
memadai.
d. Timbang Berat badan secara teratur dan
modifikasi gaya hidup seperti Pengurangan kafein, rokok dan alkohol.
R/. Hal ini dapat membantu mempertahankan
massa tulang.
e. Anjurkan dan ajarka cara latihan aktivitas
fisik sesuai kemampuan klien.
R/. Latihan aktivitas merupakan kunci utama
untuk menumbuhkan tulang dengan kepadatan tinggi yang tahan terhadap terjadinya
oestoeporosis.
f. Anjurkan pada lansia untuk tetap
membutuhkan kalsium, vitamin D, sinar matahari. R/. Kebutuhan kalsium, vitamin
D, terpapar sinar matahari pagi yang memadai dapat meminimalkan efek oesteoporosis.
g. Berikan Pendidikan pasien mengenai efek
samping penggunaan obat. Karena nyeri lambung dan distensi abdomen merupakan
efek samping yang sering terjadi pada suplemen kalsium, maka pasien sebaiknya
meminum suplemen kalsium bersama makanan untuk mengurangi terjadinya efek
samping tersebut. Selain itu, asupan cairan yang memadai dapat menurunkan
risiko pembentukan batu ginjal.
4. Discharge Planning
· Anjurkan klien dan keluarga melakukan fisik secara teratur
sangat penting untuk memperkuat otot, mencegah atrofi dan memperlambat
demineralisasi tulang progresif.
· Ajarkan klien dan keluarga latihan isometric, untuk memperkuat
batang tubuh
· Anjurkan klien dan keluarga untuk memperhatikan diet tinggi
kalsium dan banyak minum air putih 1.5-2 liter / hari
· Anjurkan klien untuk berjemur dibawah sinar matahari pada pagi
hari dan vitamin D yang adekuat
· Hindari gerakan mendadak dan mengangkat beban berat.
· Beri alat bantu jalan (tongkat, pagar /
pegangan pada dinding rumah) pada klien lansia untuk mencegah jatuh
· Ciptakan lingkungan rumah yang nyaman dan aman, lantai rumah
tidak licin.
· Gunakan keset kamar mandi dari bahan yang tidak lincin.
· Berikan penerangan dalam rumah yang baik
· Kamar mandi/WC tidak licin, kloset duduk yang nyaman bagi klien
lansia
DAFTAR PUSTAKA
Kumar, Vinay, Abul K.
Abbas dan Nelson Fausto. 2005. Robbins and Cotran Pathologic Basis of
Disease. Seventh Edition. Philadelphia : Elsevier Saunders.
Lewis, Sharon L.
2007. Medical Surgical Nursing : Assessment and Management of Clinical
Problems Volume 2. Seventh Edition. St.Louis : Mosby.
Price, Sylvia A dan
Lorraine M. Wilson. Alih bahasa : Brahm U. Pendit. 2005. Patofisiologi
: Konsep Klinis Proses-proses Penyakit Volume 1.Edisi 6. Jakarta
: EGC.
Sherwood, Lauralee.
Alih bahasa : Brahm U. Pendit. 2001. Fisiologi Manusia Dari Sel ke
Sistem.Edisi 2. Jakarta : EGC.
0 komentar:
Posting Komentar