This is default featured slide 1 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 2 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 3 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 4 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

This is default featured slide 5 title

Go to Blogger edit html and find these sentences.Now replace these sentences with your own descriptions.

Rabu, 17 Agustus 2016

SEJARAH HOLISTIK

SEJARAH HOLISTIK
Mungkin Anda mengira bahwa holistik diambil dari kata holy (suci) yang berarti penyembuhan holistik adalah penyembuhan supranatural. Bukan…, holistik diambil dari kata whole (menyeluruh) atau dari pandangan holisme (dari bahasa Yunani á½…λος holos, yang artinya semua, keseluruhan, total) yaitu suatu pandangan bahwa semuanya di sistem alam semesta ini (sistem fisik, biologis, kimia, sosial, ekonomi, mental, bahasa, dll) tidak bisa ditentukan atau dijelaskan secara bagian-bagian terpisah saja, tapi dijelaskan secara keseluruhan.
Sejarah holistik dimulai sebelum istilah holism diperkenalkan oleh Jan Christiaan Smuts dalam bukunya “Holism and Evolution”. Holisme saat ini berkembang dalam istilah holistik, yang mengkombinasikan penyembuhan, seni, dan ilmu hidup. Holistik populer dengan cepat di tahun 70-an.
Saat ini, penyembuhan holistik sangat dikenal sebagai pendekatan terbaik untuk menyeimbangkan kehidupan dan kesehatan seseorang dengan cara menyatukan aspek fisik, mental, dan spiritualnya sebagai manusia yang utuh.
Walaupun istilah holisme diperkenalkan di tahun 1926, penyembuhan holistik sebenarnya sudah ada jauh di jaman kuno kira-kira 5000 tahun yang lalu. Sejarawan belum bisa memastikan dari bangsa manakah pertama kali ia dipraktekkan. Kebanyakan sejarawan percaya bahwa penyembuhan holistik dimulai di India dan atau Cina. [1]
Para praktisi holistik mempraktekkan prinsip hidup sehat lewat menyeimbangkan tubuh, pikiran, dan roh untuk menyatu atau harmonis dengan alam.
Contoh praktis holistik adalah Socrates, yang hidup 4 abad sebelum kelahiran Kristus. Ia menganut pandangan ini dan mengajarkan bahwa kita harus memandang tubuh sebagai keseluruhan, bukannya bagian yang terpisah. [2]
Plato juga pendukung pandangan holistik, menyarankan para dokter bahwa menghormati hubungan antara pikiran dan tubuh adalah sangat penting bagi kesehatan. [2]
Pengobatan Allopathic atau allopathy (berasal dari Bahasa Yunani á¼„λλος, Ã¡llos, lain, berbeda, + Ï€Î¬Ï‘ος, páthos, menderita) adalah istilah yang diungkapkan pertama kali oleh Samuel Hahnemann, pendiri pengobatan homeopathy (salah satu disiplin ilmu holistik modern). Allopathy ditujukan pada pengobatan standar di awal abad 19 sampai sekarang, atau biasa disebut sebagai pengobatan medis konvensional, pengobatan Barat (Western Medicine), biomedicine, scientific medicine, atau pengobatan modern. [3]
Di Amerika Serikat, pengobatan allopathy atau medis konvensional ditujukan pada disiplin ilmu dengan gelar Doctor of Medicine (DM) bukannya Doctor of Osteopathic Medicine (DO). DO berasal dari disiplin ilmu penyembuhan holistik modern. [3]
.
.
CABANG PENYEMBUHAN HOLISTIK
Disiplin ilmu holistik terbagi menjadi dua, yaitu:
1. Holistik Tradisional
Suatu teknik penyembuhan yang memanfaatkan alam dengan prinsip holisme, berawal sejak ribuan tahun lalu. Biasa disebut sebagai penyembuhan/pengobatan alternatif atau pengobatan tradisional. Yang termasuk holistik tradisional adalah akupuntur, akupresur, herbal, ayurveda, uropathy, pranic healing, apitherapy, dan lain-lain. Gelar para praktisinya bermacam-macam. Ada yang disebut sebagai tabib, sin-se, dukun, dan lain-lain.
Tapi di jaman sebelum adanya aliran allopathy (medis konvensional), gelar dokter adalah milik dari para praktisi holistik tradisional ini. Gelar dokter itupun akhirnya diambil alih oleh praktisi allopathy karena kelihaian “marketing” yang mereka miliki dan menggeser paradigma masyarakat untuk lebih mempercayai allopathy dibandingkan holistik tradisional. Sebagai penggantinya, sebutan alternatif justru diberikan kepada pengobatan/penyembuhan holistik “awal” atau asli dari Tuhan ini.
2. Holistik Modern
Suatu teknik penyembuhan yang menggabungkan penyembuhan tradisional/kuno dengan teknologi dan sains modern yang memanfaatkan alam dengan prinsip holisme. Holistic modern berawal sekitar 200 tahun yang lalu dengan adanya homeopathy.
Yang termasuk holistik modern adalah homeopathy, osteopathy, ananopathy, psikologi hipnotis, naturopathy modern, dan sebagainya. Gelar para praktisinya bermacam-macam sesuai dengan aliran/disiplin ilmunya. Untuk homeopathy, praktisinya disebut sebagai homeopath. Osteopathy, praktisinya disebut sebagai osteopath atau DO (Doctor of Osteopathy) di belakang nama. Naturopathy, praktisinya disebut sebagai naturopathy atau DN (Doctor of Naturopathy) di belakang nama. Saya pribadi dari aliran/disiplin ilmu ananopathy, praktisinya disebut sebagai ananopath (syukur bukan psikopat) atau Dt (Danton) di awal nama.
Tapi perlu juga Anda ketahui bahwa tidak semua alternatif adalah holistik.  Jika suatu pengobatan alternatif tidak memandang permasalahan kesehatan secara menyeluruh, pengobatan tersebut berarti bukan pengobatan holistik.
Oh iya, saya perlu jelaskan juga bahwa jika maksud saya dengan menyembuhkan, itu artinya benar-benar menyembuhkan, bukan sekedar merawat saja. Menyembuhkan yang saya maksud di sini juga berarti dari sisi peran manusia dalam proses kesembuhan karena selain kebenaran bahwa Tuhanlah yang menyembuhkan, tapi kita juga harus ingat bahwa Tuhan memakai manusia juga dalam proses menyembuhkan.
Sebagai perumpamaan: Dalam pertanian, manusialah yang menabur, merawat, dan menuai. Tapi yang memberi pertumbuhan adalah Tuhan. Tapi dalam BAHASA umumnya (bukan bahasa religius), tindakan manusia dalam proses menabur, merawat, dan menuai tersebut adalah tindakan menumbuhkan karena TUJUANNYA adalah supaya tanaman yang ditanam itu TUMBUH dan bisa dipanen.
Saya harap ini bisa mencegah Anda salah paham dengan GAYA BAHASA saya yang selalu menyebutkan kata-kata menyembuhkan, supaya Anda tidak berkata dalam hati.. “Wah sombong sekali…memang siapa Anda kok bisa menyembuhkan? Yang menyembuhkan khan hanya Tuhan?!”
Baiklah, mari kita lanjutkan topik berbau sejarah ini…
.
HOLISTIK MODERN ANANOPATHY
Ananopathy adalah gabungan teknik pengobatan alternatif tradisional/kuno dengan teknologi dan sains modern, dimana tujuannya adalah menyembuhkan, bukan sekedar merawat. Pengobatan Ananopathy fokus pada akar penyakit, bukan pada gejala; merawat manusia secara keseluruhan (whole), bukan pada apa yang tampak saja. Tehnik yang digunakan adalah dengan menggunakan Hukum Alam, Hukum Sebab-Akibat, perbaikan pola makan dan gaya hidup, penggunaan bahan-bahan alami, yang diterapkan dengan basis alam dan sains modern.
Praktisi Ananopathy disebut sebagai ananopath, sedangkan gelar master atau pemimpin Ananopath adalah Danton.
Ananopathy dari segi aplikasinya bersifat 3, yaitu:
  • Sederhana. Begitu sederhana karena tidak memerlukan obat-obatan kimia dan operasi.
  • Cerdik. Mengajarkan Anda untuk berpikir dan bertindak cerdik, bukannya pandai.
  • Bijaksana. Menekankan pemikiran bijak yang melihat faktor moralitas dan keselarasan.
Dari segi pemikiran, prinsip dasar Ananopathy juga ada tiga yaitu:
  • Tuhan. Selalu melihat permasalahan dari sudut pandang Ketuhanan.
  • Hukum Alam. Berpedoman pada Hukum Alam.
  • Kasih. Mendasari pemikiran dan prakteknya atas dasar kasih.
Dari 6 hal di atas, ini membuat Ananopathy jadi suatu cabang pengobatan yang sangat efektif, praktis, alami dan berbasis sains modern, serta menekankan sisi spiritualitas dan humanisme yang tak terpisahkan. Anda akan memahaminya jika telah belajar sains holistik secara online di HIOS. Situs HIOS bisa Anda klik di link http://hios.co.nr
Tuhan Sang Maha Pencipta, dengan “pemikirannya” yang Maha Bijaksana, telah menyiapkan alam untuk memenuhi SEGALA kebutuhan kita akan kesehatan. Sebenarnya kita telah MEMILIKI SEGALANYA di dalam alam dan Hukum Alam ciptaanNya.
Atas dasar pemikiran ini, sebenarnya SEMUA penyakit di dunia ini bisa sembuh TANPA  HARUS MEMAKAI OBAT-OBATAN KIMIA DAN OPERASI. Dengan teknik Ananopathy Anda akan diajarkan untuk bisa menyembuhkan beberapa penyakit kecil, menengah, dan juga mematikan, yang BIASANYA OLEH MEDIS KONVENSIONAL DISTANDARKAN HARUS DENGAN OBAT DAN OPERASI, tapi bagi Anda tidak perlu.
Contoh beberapa “penyakit serius” yang bisa Anda taklukkan setelah menguasai beberapa teknik Ananopathy, tanpa obat-obatan kimia dan operasi adalah:
  • diabetes melitus,
  • kolesterol tinggi dan sakit jantung,
  • stroke,
  • asam urat dan rematik,
  • tumor dan kanker,
  • TBC,
  • Maag akut dan kronis,
  • hepatitis,
  • gagal ginjal,
  • demam berdarah.
  • AIDS
Anda pasti tahu bahwa para dokter harus belajar bertahun-tahun untuk bisa mengobati berbagai penyakit yang saya sebutkan di atas. Tapi tahukah Anda bahwa dengan Ananopathy, Anda bisa menguasai pengobatan untuk mengatasi penyakit-penyakit tersebut tidak sampai 1 minggu? Ya benar… saya tidak bercanda dan membual. Anda bisa menguasainya kurang dari 1 minggu, jauh lebih pendek rentang waktunya dan bisa segera Anda praktekkan dengan tingkat keberhasilan 50-100%, tanpa obat-obatan kimia dan operasi. Itulah kedahsyatan daripada sains Ananopathy!


JUDUL SKRIPSI KESEHATAN

JUDUL SKRIPSI KESEHATAN LENGKAP
JUDUL BIDANG MEDIKAL BEDAH :
PERAWATAN LUKA DENGAN SODIUM KLORIDA 0,9 % DAN CAIRAN ANTISEPTIK DALAM PERCEPATAN PENYEMBUHAN LUKA PADA PASIEN POST LAPARATOMY DI RUANG BEDAH
HUBUNGAN POLA MAKAN DENGAN KEKAMBUHAN PADA PENDERITA OSTEOARTHRITIS DI URJ SYARAF
HUBUNGAN POLA MAKAN DENGAN KEJADIAN KEKAMBUHAN PENDERITA GASTRITIS DI URJ
HUBUNGAN PERAN PERAWAT SEBAGAI EDUKATOR TERHADAP KECEMASAN PASIEN YANG AKAN DILAKUKAN TINDAKAN OPERASI HERNIA DI RUANG BUGENVILE
HUBUNGAN PERAN KELUARGA DENGAN PELAKSANAAN MOBILISASI PADA PASIEN POST OPERASI BPH
HUBUNGAN PERAN KELUARGA DALAM MEMBERIKAN NUTRISI DENGAN KEKAMBUHAN ARTRITIS REUMATOID DI PUSKESMAS TLOGO 
HUBUNGAN PENYULUHAN PRE OPERASI DENGAN PELAKSANAAN MOBILISASI POST OPERASI LAPARATOMI DI RUANG BEDAH BP RSD DR. 
HUBUNGAN PENGETAHUAN TENTANG STRATEGI DOTS DENGAN KEPATUHAN BEROBAT PENDERITA TB PARU
HUBUNGAN PENGETAHUAN TENTANG MOBILISASI DAN PELAKSANAAN MOBILISASI PASIEN POST OPERASI APENDIKTOMI DI RUANG BEDAH
HUBUNGAN PENGETAHUAN TENTANG CARA PENCEGAHAN DENGAN PENINGKATAN DERAJAT HEMOROID DI
HUBUNGAN PEMAPARAN RADIASI SINAR ULTRAVIOLET DENGAN KEJADIAN STADIUM KATARAK
HUBUNGAN MOTIVASI KLIEN DENGAN PELAKSANAAN TEKNIK RELAKSASI UNTUK MENGURANGI NYERI PADA KLIEN POST OPERASI APPENDIK DI RSD DR. SO
HUBUNGAN MOTIVASI DENGAN REHABILITASI PASIEN PASCA STROKE DI URJ REHABILITASI MEDIK
HUBUNGAN KONSUMSI IODIUM DENGAN TINGKAT KEJADIAN STRUMA DI URJ BEDAH RSUD
HUBUNGAN KEPATUHAN MINUM OBAT DENGAN TEKANAN DARAH PADA PENDERITA HIPERTENSI DI URJ INTERNE
HUBUNGAN KEJADIAN OBESITAS DENGAN TINGKAT HIPERTENSI
HUBUNGAN GAYA HIDUP DENGAN NILAI VISUS PASIEN ANOMALY
HUBUNGAN BERAT BADAN DENGAN KEJADIAN PENYAKIT JANTUNG KORONER DI URJ JANTUNG RSUD
HUBUNGAN ANTARA MOTIVASI DENGAN FREKWENSI KEKAMBUHAN PASIEN BRONKITIS KRONIS DI URJ PARU
HUBUNGAN ANTARA MOBILISASI DENGAN PENYEMBUHAN LUKA POST OPERASI LAPARATOMY DI RUANG BEDAH
JUDUL BIDANG JIWA :
HUBUNGAN TINGKAT KECEMASAN DENGAN FREKUENSI KEKAMBUHAN PASIEN HIPERTENSI DI PUSKESMAS TLOGOSADANG
HUBUNGAN PERAN KELUARGA DENGAN KEPATUHAN KLIEN SKIZOFRENIA DALAM MINUM OBAT DI URJ PSIKIATRI RSD DR. 
GAMBARAN TINGKAT DEPRESI PASIEN JANTUNG KORONER
GAMBARAN TINGKAT DEPRESI LANJUT USIA BERDASARKAN SKALA BDI (BECK DEPRESION INVENTORY) DI WILAYAH PUSKESMAS 
GAMBARAN PERAN PERAWAT DALAM MELAKSANAKAN KOMUNIKASI TERAPEUTIK PADA KLIEN SKIZOFRENIA HEBEFRENIK
GAMBARAN PERAN KELUARGA DALAM PERAWATAN DIRI PASIEN GANGGUAN JIWA DI RUMAH DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS K
GAMBARAN PERAN KELUARGA DALAM MERAWAT PASIEN GANGGUAN JIWA YANG MENGALAMI KEKAMBUHAN DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS K
GAMBARAN PENGETAHUAN TENTANG MENSTRUASI
GAMBARAN PENGETAHUAN KELUARGA PASIEN SKIZOFRENIA TENTANG PENYAKIT SKIZOFRENIA DI URJ PSIKIATRI
GAMBARAN PENGETAHUAN KELUARGA DALAM PERAWATAN PASIEN SKIZOFRENIA DI URJ PSIKIATRI RSD
GAMBARAN MEKANISME KOPING PADA REMAJA YANG MEMPUNYAI AKNE VULGARIS DI MTS ASSA’ADA KELAS 3 KANDANGAN
GAMBARAN KECEMASAN WANITA DALAM MENGHADAPI MENOPAUSE
GAMBARAN FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TERJADINYA PASIEN SKIZOFRENIA DI URJ PSIKIATRI
GAMBARAN FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PASIEN PSIKOSA MENGALAMI ISOLASI SOSIAL DI URJ PSIKIATRI RSD DR.
GAMBARAN PENATALAKSANAAN PASIEN PASCAOPERATIF DENGAN ANESTESI UMUM DI RUANG PEMULIHAN INSTALASI BEDAH SENTRAL RUMAH SAKIT XX
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PEMAHAMAN PERAWAT DALAM UPAYA PENCEGAHAN INFEKSI NOSOKOMIAL LUKA PASCA BEDAH DI RUANG PERAWATAN XX DI RS XX
JUDUL BIDANG MATERNITAS:
GAMBARAN PENGETAHUAN IBU NIFAS PRIMIPARA DALAM PERAWATAN BAYI BARU LAHIR NORMAL DI PUSKESMAS
GAMBARAN MOTIVASI IBU NIFAS PRIMIPARA DALAM MEMANDIKAN BAYI DI DESA MADE PERUMNAS MADE 
IDENTIFIKASI TINGKAT PENGETAHUAN REMAJA PUTRI TENTANG PERAWATAN DAN KESEHATAN REPRODUKSI 
HUBUNGAN POLA NUTRISI DENGAN KEJADIAN PRE-EKLAMSI
HUBUNGAN PERILAKU KESEHATAN WANITA DENGAN KEJADIAN KEPUTIHAN DI POLI KIA PUSKESMAS 
HUBUNGAN PENGETAHUAN IBU DENGAN KETERATURAN MINUM PIL KB
HUBUNGAN MOTIVASI IBU DENGAN PEMBERIAN ASI EKSKLUSIF DI PUSKESMAS PEMBANTU (PUSTU)
HUBUNGAN ANTARA POLA NUTRISI DENGAN KADAR HAEMOGLOBIN PADA IBU HAMIL 
HUBUNGAN ANTARA PERAN KELUARGA DENGAN TINGKAT KECEMASAN IBU HAMIL DALAM MELAKUKAN HUBUNGAN SEXUAL SELAMA KEHAMILAN TRIMERTER III DI DESA SENDANG AGUNG 
GAMBARAN PERUBAHAN PENINGKATAN BERAT BADAN PADA AKSEPTOR KB PIL DI DESA KELORARUM KECAMATAN
GAMBARAN PERAN KELUARGA DALAM PEMILIHAN KONTRASEPSI
GAMBARAN PERAN ISTRI DALAM KEIKUTSERTAAN SUAMI MENJADI AKSEPTOR KB MOP (MEDIS OPERATIF )
GAMBARAN PENGETAHUAN TENTANG PERUBAHAN SIKLUS MENSTRUASI PADA AKSEPTOR KONTRASEPSI SUNTIK
GAMBARAN PENGETAHUAN TENTANG METODE AMENOREA LAKTASI PADA IBU MENYUSUI DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS
JUDUL BIDANG KESEHATAN MASYARAKAT/ KOMUNITAS:
GAMBARAN KONSEP DIRI ORANG TUA YANG MEMPUNYAI ANAK TUNA GRAHITA DI SDLB BANJARMENDALAN
GAMBARAN MOTIVASI BELAJAR REMAJA PUTUS SEKOLAH
GAMBARAN PARTISIPASI KADER USAHA KESEHATAN SEKOLAH DALAM PELAKSANAAN PROGRAM UKS DI SMU
GAMBARAN PEMELIHARAAN GIGI DAN MULUT SISWA SEKOLAH DASAR NEGERI UNGGULAN MADE IV
GAMBARAN PENGETAHUAN ANAK JALANAN
GAMBARAN PENGETAHUAN KELUARGA TENTANG CARA PENCEGAHAN PENYAKIT DEMAM BERDARAH DENGUE DI DUSUN BALAN DESA BANJAREJO KECAMATAN SUKODADI KABUPATEN .........
GAMBARAN PENGETAHUAN KELUARGA TENTANG DAMPAK BUANG AIR BESAR DISEMBARANG TEMPAT DUSUN GABUS DESA TAMBAKPLOSO KECAMATAN TURI KABUPATEN .........
GAMBARAN PENGETAHUAN KELUARGA TENTANG PEMENUHAN KEBUTUHAN GIZI PADA LANJUT USIA DI DUSUN NGANGKRIK KECAMATAN TURI KABUPATEN .........
GAMBARAN PENGETAHUAN KELUARGA TENTANG PERAWATAN DIRI
GAMBARAN PENGETAHUAN KELUARGA TENTANG PERILAKU
GAMBARAN PENGETAHUAN LANSIA TENTANG POSYANDU LANSIA
GAMBARAN PENGETAHUAN MASYARAKAT TENTANG POSKESDES DI DUSUN NGEPUNG DESA REJOSARI KECAMATAN DEKET KABUPATEN .........
GAMBARAN PENGETAHUAN REMAJA PUTRI TENTANG PEMELIHARAAN KEBERSIHAN DAERAH KEWANITAAN
GAMBARAN PENGETAHUAN REMAJA TENTANG BAHAYA MINUMAN ALKOHOL PADA KEHIDUPAN REMAJA DI DUSUN SUPENUH DESA SUPENUH KECAMATAN SUGIO KABUPATEN
GAMBARAN PENGETAHUAN REMAJA TENTANG NAPZA SISWA KELAS 2 DI SMA KEMALA BHAYANGKARI 3
GAMBARAN PENGETAHUAN TENTANG PERAN DAN FUNGSI KELUARGA PADA REMAJA YANG MENIKAH DI USIA DINI
GAMBARAN PENGETAHUAN TENTANG PERGAULAN BEBAS PADA ORANG TUA YANG MEMILIKI ANAK REMAJA DI KELURAHAN TUMENGGUNGAN KECAMATAN .........
GAMBARAN PERAN KADER DALAM PELAKSANAAN DESA SIAGA
GAMBARAN PERILAKU KELUARGA
GAMBARAN RESOSIALISASI PENDERITA KUSTA PASCA PENGOBATAN DI WILAYAH PUSKESMAS
GAMBARAN TINGKAT KEMANDIRIAN LANSIA LAKI - LAKI DAN PEREMPUAN DALAM MELAKUKAN ADL (AKTIVITIES OF DAILY LIVING)
HUBUNGAN ANTARA PEMANFAATAN AIR KALI OLEH KELUARGA DENGAN KEJADIAN DIARE DI PUSTU PLUMPANG KECAMATAN SUKODADI
HUBUNGAN PENGETAHUAN KELUARGA TENTANG DIARE TERHADAP KETERLAMBATAN BEROBAT PENDERITA DIARE
HUBUNGAN PENGETAHUAN ORANG TUA TENTANG FACEBOOK DENGAN KECEMASAN TERHADAP ANAK PENGGUNA
HUBUNGAN PERAN KELUARGA DENGAN PERAWATAN DIRI PADA LANSIA
HUBUNGAN PERAN KELUARGA SINGLE PARENT DENGAN KENAKALAN REMAJA DI MA MA’ARIF 07 BANJARWATI
IDENTIFIKASI MUTU PELAYANAN PERAWATAN DAN TINGKAT KEPUASAN PASIEN DI PUSKESMAS KECAMATAN .........
PERILAKU HIDUP BERSIH DAN SEHAT PADA SANTRI PONDOK PESANTREN MATHOLI’UL ANWAR
HUBUNGAN KEBERADAAN KANDANG DIDALAM RUMAH DENGAN PENYAKIT KULIT SCABIES
GAMBARAN PERILAKU ORANG TUA MURID KELAS 4-5 DALAM PENGGUNAAN GARAM BERYODIUM DAN KEJADIAN GAKY
GAMBARAN PENGETAHUAN REMAJA PUTRI TERHADAP PERAWATAN KESEHATAN REPRODUKSI.
HUBUNGAN PENGETAHUAN KELUARGA TENTANG DIARE DENGAN KETERLAMBATAN BEROBAT PENDERITA DIARE. 
IDENTIFIKASI MUTU PELAYANAN PERAWATAN DAN TINGKAT KEPUASAN PASIEN DI PUSKESMAS
HUBUNGAN ANTARA KINERJA PETUGAS KESEHATAN POSYANDU DENGAN TINGKAT KEPUASAN IBU BALITA DI POSYANDU
HUBUNGAN ANTARA PERAN KELUARGA DENGAN PERAWATAN DIRI PADA LANSIA
GAMBARAN MOTIVASI BEROBAT PENDERITA KUSTA YANG DROUP OUT PROGRAM PENGOBATAN DI PUSKESMAS
GAMBARAN KESIAPAN MASYARAKAT MENGHADAPI PENYAKIT PASCA BANJIR
PERBEDAAN TEKANAN DARAH BERDASARKAN LOKASI DAN POSISI TERHADAP HASIL PENGUKURAN TEKANAN DARAH MAHASISWA


Rabu, 11 Mei 2016

Fan (2016) DVDScr + Subtitle Indonesia


movieinfo.png
Released
15 April 2016 (USA)
CountryIndia
Language
Hindi
Genre
Drama | Thriller
Director
Maneesh Sharma
Writers
Habib Faisal(screenplay), Habib Faisal (dialogue) | 1 more credit »
Starcast
Shah Rukh KhanJoelle KoissiMariola Jaworska | See full cast & crew »
Ratingimdb-icon.gif8.3/10

Sinopsis:
Film Drama Musikal "Fan" bercerita tentang seorang laki laki ganteng yang bernama Gaurav Chandna/Aryan Khanna'. Aryan berprofesi menjadi superstar. Walaupun dia merupakan mega bintang bolywood dan memiliki banyak jutaan pengeemar, namun ia juga manusia yang juga memiliki segudang masalah yang harus diselesaikannya.

Film "Fan" akan menampilkan sebuah kisah kepopuleran dari seorang mega bintang Bolywood yang bernama Shakh Rukh Khan. Akan ada cuplikan perjalanan hidup SRk yang memulai dari awal hingga banyak memenangkan pernghargaan. Dan dilihat dari rupa wajahnya, SRK begitu kelihatan muda.
shah_rukh_fan_0_0_0_0_0_0_0_0_0.jpg

Fan-Teaser49.jpg

1456762068-shah-rukh-khan-s-fan-official

banner-appwal.jpg

Download Film Fan (2016) DVDScr  Subtitle Indonesia MP4 High Quality: 
File Format: mp4
Video Encode: AVC (H.264)
Audio Encode: AAC (Stereo)
Resolusi: 360p
Durasi: 2 Jam - 18 Menit - 12 Detik
Ukuran: 374 mb
SS:

fan2016scrrmcmv_mp4_thumbs_2016_04_18_17

Download Single Link:
download-button.gif
UC: https://userscloud.com/nt8ioadz4zu2
TF: http://www.tusfiles.net/chzkas531x2s
UF: http://sht.io/ff55
UI: http://sht.io/ff59
SF: http://sht.io/ff5a
UP: http://upx.nz/VkhDUO
Download Film Lebih Cepat Gunakan UCWEB Versi Terbaru klik!

Subtitle: scr-fan-2016.zip | More
Bahasa: Indonesia [Manual]
Format : SUB & SRT
Subtitle By:
 Suthanantha

Selasa, 10 Mei 2016

LAPORAN PENDAHULUAN TRAUMA KAPITIS

LAPORAN PENDAHULUAN TRAUMA KAPITIS

A.    Konsep Medis
A.    Defenisi
Cedera kepala adalah kerusakan neurologis yang terjadi akibat adanya trauma pada jaringan otak yang terjadi secara langsung maupun efek sekunder dari trauma yang terjadi (Price, 1985).
Trauma kepala adalah suatu trauma yang mengenai daerah kulit kepala, tulang tengkorak atau otak yang terjadi akibat injury baik secara langsung maupun tidak langsung pada kepala. (Suriadi & Rita Yuliani, 2001).
Trauma kepala adalah suatu trauma yang mengenai daerah kulit kepala, tulang tengkorak atau otak yang terjadi akibat injury baik secara langsung maupun tidak langsung pada kepala. (Suriadi & Rita Yuliani, 2001).
Cedera kepala adalah suatu trauma yang mengenai daerah kulit kepala, tulang tengkorak atau otak yang terjadi akibat injury baik secara langsung maupun tidak langsung pada kepala. (Suriadi, 2003).

B.     Anatomi Fisiologi

a.    Anatomi

Tengkorak dibentuk oleh beberapa tulang. Masing-masing tulang kecuali mandibula disatukan pada sutura. Sutura dibentuk oleh selapis tipis jaringan fibrosa yang mengunci pinggiran tulang yang bergerigi. Sutura mengalami osifikasi setelah umur 35 tahun. Pada atap tengkorak, permukaan dalam dan luar dibentuk oleh tulang padat dengan lapisan spongiosa yang disebut diploie terletak diantaranya. Terdapat fariasi yang cukup besar pada ketebalan tulang tengkorak antar individu. Tengkorak paling tebal yang dilindungi oleh otot (Westmoreland,1994).

Jenis-jenis tengkorak  :

1)         Os frontale

2)         Os parientale dextra dan sinistra

3)         Os occipital

4)         Os temporal dextra dan sinistra

5)         Os ethmoidale

6)         Os sphenoidale

7)         Maxilla

8)         Mandibula

9)         Os zygomatikum dextra dan sinistra

10)     Os platinum dextra dan sinistra

11)     Os nasale dextra dan sinistra

12)     Os lacrimale dextra dan sinistra

13)     Vomer

14)     Concha dextra dan sinistra

b.      Fisiologi

Fungsi tengkorak  (Westmoreland,1994) adalah:

1)   Melindungi otak dan indera penglihatan dan pendengaran

2)   Sebagai tempat melekatnya otot yang bekerja pada kepala

3)   Sebagai tempat penyangga gigi


C.    Etiologi
Trauma kepala/cedera kepala dapat disebabkan oleh beberapa peristiwa, diantaranya:
1.    Kecelakaan lalu lintas.
2.    Benturan pada kepala.
3.    Jatuh dari ketinggian dengan dua kaki.
4.    Menyelam di tempat yang dangkal.
5.    Olahraga yang keras.
6.    Anak dengan ketergantungan.
Cedera  pada  trauma  dapat  terjadi  akibat  tenaga  dari   luar  (Arif Musttaqin, 2008) berupa:
1.      Benturan/jatuh karena kecelakaan
2.      Kompresi/penetrasi baik oleh benda tajam, benda tumpul, peluru dan ledakan panas.
Akibat cedera ini berupa memar, luka jaringan lunak, cedera muskuloskeletal dan kerusakan organ
D.      Patofisiologi
Mekanisme cedera memegang peranan penting dalam menentukan berat-ringannya konsekuensi patofisiologi dari trauma kepala. Cedera percepatan (aselerasi) terjadi jika benda yang sedang bergerak membentur kepala yang diam, seperti trauma akibat benda tumpul atau karena terkena lemparan benda tumpul. Cedera perlambatan (deselerasi) adalah bila kepala membentur objek yang secara relative tidak bergerak, seperti badan mobil atau tanah. Kedua kekuatan ini mungkin terjadi secara bersamaan bila terdapat gerakan kepala tiba-tiba tanpa kontak langsung, seperti yang terjadi bila posisi badan diubah secara kasar dan cepat. Kekuatan ini bisa dikombinasi dengan pengubahan posisi rotasi pada kepala, yang menyebabkan trauma regangan dan robekan pada substansi alba dan batang otak (Prince & Wilson, 1995).
Cedera primer, yang terjadi pada waktu benturan mungkin karena memar pada permukaan otak, leserasi substansia alba, cedera robekan atau hemoragi. Sebagai akibat, cedera sekunder dapat terjadi sebagai kemampuan auto regulasi serebral (peningkatan volume darah) pada area peningkatan permeabilitas kapiler serta vasodilatasi arterial, semua menimbulkan peningkatan intracranial (TIK). Beberapa kondisi yang dapat menyebabkan cedera otak sekunder meliputi hipoksia, hiperkarbia dan hipotensi (Prince & Wilson, 1995).
E.     Manifestasi Klinis
1. Hilangnya kesadaran kurang dari 30 menit atau lebih
2. Kebungungan
3. Iritabel
4. Pucat
5. Mual dan muntah
6. Pusing kepala
7. Terdapat hematoma
8. Kecemasan
9. Sukar untuk dibangunkan
10. Bila fraktur, mungkin adanya cairan serebrospinal yang keluar dari hidung (rhinorrohea) dan telinga (otorrhea) bila fraktur tulang temporal.
F.     Mekanisme Cedera
Mekanisme cedera / trauma kepala, meliputi :
1.       Akselerasi
Jika benda bergerak membentur kepala yang diam, misalnya pada orang yang diam kemudian dipukul atau dilempar.
2.       Deselerasi
Jika kepala bergerak membentur kepala yang diam, misalnya pada kepala yang terbentur.
3.      Deformitas
Perubahan atau kerusakan pada bagian tubuh yang terjadi akibat trauma, misalnya adanya fraktur kepala, kompresi, ketegangan atau pemotongan pada jaringan otak.
G.    Klasifikasi cedera
Klasifikasi Cedera Kepala (Arif Muttaqin, 2008)
a.    Cedera kepala primer
Cedera kepala primer mencakup : fraktur tulang, cedera fokal  dan cedera otak difusa, yang masing-masing mempunyai mekanisme etilogis dan patofisiologi yang unik.
                                       1)      Fraktur tulang kepala dapat terjadi dengan atau tanpa kerusakan otak, namun biasanya ini bukan merupakan penyebab utama timbulnya kacacatan neurologis.
                                       2)      Cedera fokal merupakan akibat kerusakan setempat yang biasanya dijumpai pada kira-kira separuh dari kasus cedera kepala berat. Kelainan ini mencakup kontusi kortikal, hematom subdural, epidural dan intraserebral yang secara makroskopis tampak dengan mata telanjang sebagai suatu kerusakan yang berbatas tegas.
                                       3)      Cedera otak dufusa pada dasarnya berbeda dengan cedera vokal, dimana keadaan ini berkaitan dengan disfungsi otak yang luas serta biasanya tidak tampak secara mikroskopis. Mengingat bahwa kerusakan yang terjadi kebanyakan melibatkan akson-akson, maka cedera ini juga dikenal dengan cedera aksional difusa.
b.      Kerusakan otak sekunder
Cedera kepala berat seringkali menampilkan gejala  abnormalitas/gangguan sistemik akibat hipoksia dan hipotensi, dimana keadaan-keadaan ini merupakan penyebab yang sering dari kerusakan otak sekunder. Hipoksia dan hipotensi semata akan menyebabkan perubahan-perubahan minimal, yang kemudian bersamaan dengan efek cedera mekanis memperberat gangguan-gangguan metabolisme serebral.
Hipoksia dapat merupakan akibat dari kejadian aspirasi, obstyruksi jalan nafas atau cedera toraks yang terjadi bersamaan dengan trauma kepala, namun sering juga terjadi hipoksia pasca cedera kepala dengan ventilasi normal dan tanpa adanya keadaan-keadaan tersebut di atas.
Hipotensi pada penderita cedera kepala biasanya hanya sementara yaitu sesaat setelah konkusi atau merupakan tahap akhir dari kegagalan meduler yang berkaitan dengan herniasi cerebral.
c.       Edema cerebral
Tipe yang terpenting pada kejadian cedera kepala adalah edema vasogenik dan edema iskemik. Edema vasogenik disebabkan oleh adanya peningkatan permeabilitas kapiler akibat sawar darah otak sehingga terjadi penimbunan cairan plasma ekstraseluler terutama di massa putih serebral. Edema iskemik merupakan penimbunan cairan intraseluler sehingga sel tersebut tidak dapat mempertahankan keseimbangan cairannya.
Edema cerebral yang mencapai maksimal pada hari ke tiga pasca cedera, dapat menimbulkan suatu efek massa yang bermakna. Di samping itu edema ini sendiri dapat juga terjadi, tanpa adanya tampilan suatu konstusi atau pendarahan intraserebral. Keadaan ini dapat terjadi akibat gangguan sekunder dari hipotensi sistemik dan hipoksia, cedera arterial atau hipertensi intracranial. Gangguan aliran darah cerebral trauma yang mengakibatkan anoksia jaringan juga tampil sebagai daerah “swelling” hipodens difus.
d.      Pergeseran otak(Brain Shift)-herniasi batang otak
Adanya satu massa yang berkembang membesar (hemotom, abses atau pembengkakan otak) di semua lokasi dalam kavitas intracranial (epidural/ubdural/intracerebral supra/infratentorial) biasanya akan menyebab pergeseran dan distori otak, bersamaan dengan peningkatan intracranial akan mengarah terjadinya herniasi otak.
H.    Jenis-jenis trauma capitis
Menurut Bornner dan suddarth, 2002 jenis-jenis trauma capitis yaitu :
a.    Fraktur
Fraktur kalvaria atau atap tengkorak apabila tidak terbuka tidak ada hubungan dengan dunia luar tidak memerlukan perhatian segera yang lebih penting adalah intracranialnya. Fraktur basis cranium dapat berbahaya terutama karena perdarahan yang ditimbulkan sehingga menimbulkan ancaman pada jalan nafas.
b.    Comosio cerebri (gegar otak)
Kehilangan kesadaran sebentar dibawah 15 menit dan tidak berbahaya,
penderita tetap dibawa ke rumah sakit karena kemungkinan cedera yang lain.
c.       Kontusio cerebri
Kehilangan kesadaran lebih lama, dalam kepustakaan saat ini dikenal sebagai DAI (Difus Absonal Injury) yang mempunyai prognosis yang lebih buruk.
d.      Perdarahan intracranial
Perdarahan intracranial dapat berupa perdarahan epidural, perdarahan subdural atau perdarahan intracranial. Perdarahan epidural dapat berbahaya karena perdarahan berlanjut atau menyebabkan peninggian tekanan intracranial yang semakin berat.
I.       Klasifikasi klinis cedera kepala
Cedera kepala pada praktek klinis sehari-hari dikelompokkan atas empat gradasi sehubungan dengan kepentingan seleksi perawatan penderita, pemantauan diagnostic-klinik penanganan dan prognosisnya (Brunner & Suddarth, 2001) yaitu:
a.    Tingkat I : Bila dijumpai adanya riwayat kehilangan  kesadaran/pingsan yang sesaat setelah mengalami trauma, kemudian sadar kembali. Pada waktu diperiksa dalam keadaan sadar penuh, orientasi baik dan tidak ada defisit neurologist.
b.    Tingkat II            :Kesadaran menurun namun masih dapat mengikuti perintah-perintah yang sederhana, dan dijumpai adanya defisit neurologis vokal.
c.    Tingkat III           : Kesadaran yang sangat menurun dan tidak bisa mengikuti perintah (walaupun sederhana) sama sekali. Penderita masih bisa bersuara namun susunan kata-kata dan orientasinya kacau, gaduh serta gelisah. Respon motorik bervariasi dari keadaan yang masih mampu melokalisir rasa sakit sampai tidak ada respon sama sekali. Postur tubuh dapat menampilkan posisi dekortikasi-deserebrasi.
d.   Tingkat IV           :  Tidak ada fungsi neurologis sama sekali.
J.      Kategori Penentuan Keparahan Cedera Berdasarkan Nilai Glasgow Comma Scale (GCS) Menurut At a glance, 2006.
Penentuan
Keparahan
Deskripsi
Frekuensi
Minor







Sedang






Berat






-     GCS 13 – 15
-    Dapat terjadi kehilangan kesadaran atau amnesia tetapi kurang dari 30 menit
-    Tidak ada fraktur tengkorak, tidak ada konstusio cerebral, hematoma, abrasi, pusing dan nyeri kepala
-     GCS 9 – 12
-    Kehilangan kesadaran atau amnesia lebih dari 30 menit tapi kurang dari 24 jam
-    Dapat mengalami faktur tengkorak
-    Muntah
-    GCS 3 – 8

-    Kehilangan kesadaran atau amnesia lebih dari 24 jam
-    Juga meliputi konstusio cerebral, laserasi atau hematona intracranial
-    Tanda neurologis vocal
-    Teraba fraktur
55 %







24 %






21 %

K.    Komplikasi

Komplikasi yang terjadi pada cedera kepala menurut Arif Muttaqin, 2008.

a.       Hemorhagic

b.      Infeksi

c.       Edema

d.      Herniasi

L.     Penanganan Cedera Kepala
Penanganan kasus-kasus cedera kepala di unit gawat darurat/              emergensi didasarkan atas patokan pemantauan dan penanganan terhadap “6 B”(Arif Muttaqin 2008),yakni:
1)   Breathing
Perlu diperhatikan mengenai frekuensi dan jenis pernafasan penderita. Adanya obstruksi jalan nafas perlu segera dibebaskan dengan tindakan-tindakan : suction, inkubasi, trakheostomi. Oksigenasi yang cukup atau hiperventilasi bila perlu, merupakan tindakan yang berperan penting sehubungan dengan edema cerebri.
2)   Blood
Mencakup pengukuran tekanan darah dan pemeriksaan laboratorium darah (Hb, leukosit). Peningkatan tekanan darah dan denyut nadi yang menurun mencirikan adanya suatu peninggian tekanan intracranial, sebaliknya tekanan darah yang menurun dan makin cepatnya denyut nadi menandakan adanya syok hipovolemik akibat perdarahan (yang kebanyakan bukan dari kepala/otak) dan memerlukan tindakan transfusi.
3)   Brain
Penilaian keadaan otak ditekankan terhadap respon-respon mata, motorik dan verbal (GCS). Perubahan respon ini merupakan implikasi perbaikan/perburukan kiranya perlu pemeriksaan lebih mendalam mengenai keadaan pupil (ukuran, bentuk dan reaksi terhadap cahaya) serta gerakan-gerakan bola mata.
4)   Bladder
Kandung kemih perlu selalu dikosongkan (pemasangan kateter) mengingat bahwa kandung kemih yang penuh merupakan suatu rangsangan untuk mengedan sehingga tekanan intracranial cenderung lebih meningkat.
5)   Bowel
Seperti halnya di atas, bahwa yang penuh juga cenderung dapat meninggikan TIK.
6)   Bone
Mencegah terjadinya dekubitus, kontraktur sendi dan sekunder infeksi
B.     Konsep Asuhan Keperawatan Trauma Capitis
1.       Pengkajian
Data dasar tergantung pada tipe, lokasi dan keparahan cedera dan mungkin dipersulit oleh cedera tambahan pada organ-organ vital (Marilynn, 1999 ).
a.           Aktivitas/Istirahat
Gejala : Merasa lemah, lelah, hilang keseimbangan
Tanda :Perubahan kesadaran, letargi, hemiparese quadreplegia, ataksia, cara berjalan tak tegap. Masalah dalam keseimbangan cedera (trauma) ortopedi, kehilangan tonus otot dan otot spastik.
b.          Sirkulasi
Gejala : Perubahan tekanan darah atau normal (hipertensi)
Tanda :Perubahan frekwensi jantung (bradikardia, takikardia yang       diselingi dengan bradikardia dan disritmia).
c.           Integritas Ego
Gejala : Perubahan tingkah laku atau kepribadian (tenang atau   dramatis).
Tanda : Cemas, mudah tersinggung, delirium, agitasi, bingung, depresi dan impulsif.
d.          Eliminas
Gejala : Inkontinentia kandungan kemih/usus atau mengalami gangguan fungsi.
e.            Makanan/Cairan
Gejala : Mual, muntah dan mengalami perubahan selera.
Tanda : Muntah (mungkin proyektil), gangguan menelan (batuk, air liur keluar dan disfagia).
f.           Neurosensori
Gejala :Kehilangan kesadaran sementara, amnesia seputar kejadian, vertigo, sinkope, tinitus, kehilangan pendengaran, tingling, baal pada ekstremitas. Perubahan dalam penglihatan seperti ketajamannya, diplopia, kehilangan sebagian lapang pandang, fotofobia, gangguan pengecapan dan juga penciuman.
Tanda : Perubahan kesadaran sampai koma. Perubahan status mental (orientasi, kewaspadaan, perhatian, konsentrasi, pemecahan masalah, pengaruh emosi/tingkah laku dan memori), Perubahan pupil (respon terhadap cahaya, simetri) deviasi pada mata, ketidakmampuan mengikuti perintah. Kehilangan penginderaan seperti pengecapan, penciuman dan pendengaran, wajah tidak simetri, genggaman lemah, tidak seimbang, refleks tendon dalam tidak ada atau lemah, apraksia, hemiparise, quedreplegia, postur (dekortikasi dan deserebrasi), kejang, sangat sensitif terhadap sentuhan dan gerakan, kehilangan sensasi sebagian tubuh.
g.          Nyeri/Kenyamanan
Gejala : Sakit kepala dengan intensitas dan lokasi yang berbeda, biasanya lama.
Tanda : Wajah menyeringai, respon menarik pada rangsangan nyeri yang hebat, gelisah, tidak bisa beristirahat, merintih.
h.          Pernapasan
Tanda : Perubahan pola napas (apnea yang diselingi oleh hiperventilasi). Napas berbunyi, stridor, tersedak, ronki, mengi positif (kemungkinan karena aspirasi).


i.            Keamanan
Gejala : Trauma baru/trauma karena kecelakaan.
Tanda : Fraktur/dislokasi.
j.             Gangguan penglihatan
Kulit laserasi, abrasi, perubahan warna, seperti “raccoon eye” tanda Batle di sekitar telinga (merupakan tanda adanya trauma), adanya aliran cairan  (drainase) dari telinga/hidung  (CSS).
k.          Gangguan kognitif.
Gangguan rentang gerak, tonus otot hilang, kekuatan secara umum mengalami paralysis.Demam, gangguan dalam regulasi suhu tubuh.
l.            Interaksi Sosial
Tanda : Afasia motorik atau sensorik, bicara tanpa arti, bicara berulang-ulang, disartria, anomia.
m.        Pemeriksaan Diagnostik
                                                   1)      Scan CT tanpa/dengan kontras : Mengidentifikasi adanya SOL, hemoragic, menentukan ukuran ventrikuler, pergeseran jaringan otak. Catatan pemeriksaan berulang mungkin diperlukan karena iskemia/infark mungkin tidak terdeteksi dalam 24 – 72 jam pasca trauma.
                                                   2)      MRI :  Sama dengan scan CT tanpa/dengan menggunakan kontras.
                                                   3)      Angiografi cerebral : Menunjukan kelainan sirkulasi cerebral, seperti pergeseran jaringan otak akibat edema, perdarahan dan trauma.
                                                   4)      EEG : Untuk memperlihatkan keberadaan atau berkembangnya gelombang patologis.
                                                   5)      Sinar X : Mendeteksi adanya perubahan struktur tulang (fraktur), pergeseran struktur dari garis tengah (karena perdarahan, edema) dan adanya fragmen tulang.
                                                   6)      BAER (Brain Auditori Evoked Respons) : Menentukan fungsi korteks dan batang otak.
                                                   7)      PET (Positron Emission Tomografi) : Menunjukan perubahan aktivitas metabolisme dalam otak.
                                                   8)      Pungsi Lumbal, CSS : Dapat menduga kemungkinan adanya perdarahan subarachnoid.
                                                   9)      GDA (Gas Darah Arteri) : Mengetahuai adanya masalah ventilasi atau oksigenasi yang dapat meningkatkan TIK..
2.       Diagnosa Keperawatan dan Intervensi
a.      Perubahan perfusi jaringan cerebral berhubungan dengan penghentian aliran darah oleh SOL (hemoragi dan hematom), edema cerebral, penurunan TD/hipoksia
b.      Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan perubahan resepsi sensori, transmisi dan/atau integrasi (trauma atau defisit neureologis)
c.       Risiko pola napas tidak efektif berhubungan dengan kerusakan neurovaskuler, obstruksi trakeobronchial.
d.      Risiko tinggi perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan perubahan kemampuan untuk mencerna nutrien (penurunan tingkat kesadaran), kelemahan otot yang diperlukan untuk mengunyah dan menelan, status hipermetabolik
3.       Intervensi Keperawatan
1.      Perubahan perfusi jaringan cerebral berhubungan dengan penghentian aliran darah oleh SOL (hemoragi dan hematom), edema cerebral, penurunan TD/hipoksia  ditandai dengan  :Perubahan tingkat kesadaran, kehilangan memori, perubahan respon motorik, sensorik, gelisah, perubahan tanda vital
Tujuan      :  Mempertahankan tingkat kesadaran biasa/perbaikan, kognisi dan fungsi motorik/sesnsorik.
Kriteria    :   Tanda vital stabil dan tak ada tanda-tanda peningkatan TIK.
Intervensi :
a.   Tentukan faktor-faktor yang berhubungan dengan keadaan tertentu atau yang menyebabkan koma/penurunan perfusi jaringan otak dan potensial peningkatan TIK.
R/ :  Menentukkan pilihan intervensi, penurunan tanda gejala neurologis atau kegagalan dalam pemulihannya setelah serangan awal mungkin menunjukan bahwa pasien itu perlu dipindahkan ke perawatan intensif untuk memantau TIK dan atau pembedahan.
b.     Pantau/catat status neurologis secara teratur dan bandingkan dengan nilai standar (misalnya Skala Coma Glascow).
R/ :  Mengkaji adanya kecenderungan pada tingkat kesadaran dan potensial peningkatan TIK dan bermanfaat dalam  menentukan lokasi, perluasan dan perkembangan kerusakan SSP
c.   Pantau TTV
R/ : Normalnya, autoregulasi mempertahankan aliran darah otak yang konstan pada saat  ada fluktasi tekanan darah sistemik. Kehilangan autoregulasi dapat mengikuti kerusakan vaskularisasi cerebral lokal atau menyebar. Peningkatan tekanan darah sistemik yang diikuti oleh penurunan tekanan darah diastole merupakan tanda terjadinya peningkatan TIK, jika diikuti oleh penurunan tingkat kesadaran. Hipovolemia/hipertensi dapat juga mengakibatkan kerusakan/iskemia cerebral.
d.   Evaluasi keadaan pupil, catat ukuran, ketajaman, kesamaan antara kiri dan kanan dan reaksinya terhadap cahaya.
R/ : Reaksi pupil diatur oleh saraf cranial okulomotor (N.III) dan berguna untuk menentukan apakah batang otak masih baik. Ukuran/kesamaan ditentukan oleh keseimbangan antara persarafan simpatis dan parasimpatis. Respon terhadap cahaya mencerminkan fungsi yang terkoordinasi dari saraf cranial optikus dan okulomtorius.
e.    Kaji perubahan pada penglihatan, seperti adanya penglihatan yang kabur, ganda, lapang pandang menyempit dan kedalaman persepsi.
R/ : Gangguan penglihatan, yang dapat diakibatkan oleh kerusakan mikroskopik pada otak, mempunyai konsekwensi terhadap keamanan dan juga akan mempengaruhi pilihan intervensi.
f.     Kaji letak/gerakan mata, catat apakah  pada posisi tengah atau ada deviasi pada satu sisi atau ke bawah. Catat pula hilangnya refleks  dolls  eye.
R/ : Posisi dan gerakan mata membantu menemukan lokasi area otak yang terlibat. Tanda awal dari peningkatan TIK adalah kegagalan dalam abduksi pada mata, mengindikasikan penekanan/trauma pada saraf cranial V. Hilangnya dolls eye mengindikasikan adanya penurunan pada fungsi batang otak dan prognosisnya jelek.
g.    Catat ada tidaknya refleks-refleks tertentu seperti refleks menelan, batuk,  babinski dan sebagainya.
R/ :   Penurunan refleks menandakan adanya kerusakan pada tingkat otak tengah atau batang otak dan sangat berpengaruh langsung terhadap pasien. Refleks Babinski positif mengindikasikan adanya trauma sepanjang jalur piramida pada otak
h.    Pertahankan kepala/leher pada posisi tengah/posisi netral, sokong dengan gulungan handuk kecil. Hindari pemakaian bantal besar pada kepala.
R/ :   Kepala yang miring pada satu sisi  akan menekan vena jugularis dan menghambat aliran darah vena yang selanjutnya akan meningkatkan TIK.
i.      Kolaborasi :
R/ :   Meningkatkan aliran balik vena dari kepala sehingga akan mengurangi kongesti dan edema atau risiko terjadinya peningkatan TIK.
2.      Nyeri berhubungan dengan trauma kepala ( peningkatan tekanan intra kranial ).
Tujuan: Anak akan merasa nyaman yang ditandai dengan anak tidak mengeluh nyeri, dan tanda-tanda vital dalam batas normal
Intervensi:
a.       Kaji keluhan nyeri dengan menggunakan skala nyeri, catat lokasi nyeri, lamanya, serangannya, peningkatan nadi, nafas cepat atau lambat, berkeringat dingin.
R : mengidentifikasi karakteristik nyeri merupakan factor yang penting untuk menentuksn terapi yang cocok
b.      Berikan sentuhan terapeutik, lakukan distraksi dan relaksasi
R : untuk mengerangi nyeri
c.       Mengatur posisi sesuai kebutuhan untuk mengurangi nyeri
R : untuk menurunkan adanya nyeri
d.      Ciptakan lingkungan yang nyaman termasuk tempat tidur
R : untuk memberikan rasa nyaman kepada pasien sehingga nyerinya bias berkurang
e.       Pemberian obat analgetik sesuai dengan program
R : untuk membantu mengurangi nyeri
3.      Perubahan persepsi sensori berhubungan dengan perubahan resepsi sensori, transmisi dan/atau integrasi (trauma atau defisit neureologis), ditandai dengan :Disorientasi waktu, tempat dan orang, perubahan dalam respons terhadap rangsang, inkoordinasi motorik, perubahan dalam postur, ketidakmampuan untuk memberitahu posisi bagian tubuh (propiosepsi,), perubahan pola komunikasi, distorsi audiotorius dan visual, konsentrasi buruk, perubahan proses berpikir/berpikir kacau.
Tujuan      : Melakukan kembali/mempertahankan tingkat kesadaran biasanya dan fungsi persepsi.
Kriteria     : Mengakui perubahan dalam kemampuan dan adanya    keterlambatan residu. Mendemonstrasikan perubahan perilaku/gaya hidup untuk mengkompensasi/defisit hasil.
Intervensi :
a.    Evaluasi/pantau secara teratur perubahan orientasi, kemampuan berbicara, alam perasaan/afektif, sensorik dan proses pikir
R/ :  Fungsi cerebral bagian atas biasanya terlebih dahulu oleh adanya gangguan sirkulasi, oksigenasi. Kerusakan dapat terjadi saat trauma awal atau kadang-kadang berkembang setelahnya akibat dari pembengkakan atau perdarahan. Perubahan motorik, persepsi, kognitif dan kepribadian mungkin berkembang dan menetap dengan perbaikan respons secara perlahan-lahan atau tetap bertahan secara terus menerus pada derajat tertentu.
b.     Kaji kesadaran sensorik seperti respon sentuhan, panas/dingin, benda tajam/tumpul dan kesadaran terhadap gerakan dan letak tubuh. Perhatikan adanya masalah penglihatan atau sensasi yang lain.
R/ :  Informasi penting untuk keamanan pasien. Semua sistem sensorik dapat terpengaruh dengan adanya perubahan yang melibatkan peningkatan atau penurunan sensitivitas atau kehilangan  sensasi/kemampuan untuk menerima dan berespons secara sesuai pada suatu stimuli.
c.Hilangkan suara bising/stimuli yang berlebihan sesuai kebutuhan
R/ :Menurunkan ansietas, respon emosi yang berlebihan/bingung yang berhubungan dengan sensorik yang berlebihan.
d.   Buat jadwal istirahat yang adekuat/periode tidur tanpa adanya gangguan.
R/ :  Mengurangi kelelahan, mencegah kejenuhan, memberikan kesempatan untuk tidur REM (ketidak adanya tidur REM ini dapat meningkatkan gangguan persepsi sensorik).
e.   Gunakan penerangan siang atau malam hari.
R/ :  Memberikan perasaan normal tentang pola perubahan waktu dan     pola tidur/bangun.
f.   Kolaborasi :
R/ :  Pendekatan antar disiplin dapat menciptakan rencana penatalaksanaan terintegrasi yang didasarkan atas kombinasi kemampuan/ketidakmampuan secara individu yang unik dengan berfokus  pada peningkatan evaluasi dan fungsi fisik dan keterampilan perceptual.
4.      Risiko pola napas tidak efektif berhubungan dengan kerusakan neurovaskuler, obstruksi trakeobronchial.
Tujuan       :Mempertahankan pola pernapasan normal/efektif, bebas sianosis dengan GDA dalam batas normal pasien.
Intervensi :
a.   Pantau frekwensi, irama, kedalaman pernapasan. Catat ketidakteraturan pernapasan.
R/ :   Perubahan dapat menandakan awitan komplikasi pulmonal (umumnya mengikuti cedera otak) atau menandakan lokasi /luasnya keterlibatan otak. Pernapasan lambat, periode apnea dapat menandakan perlunya ventilasi mekanis.
b.    Angkat kepala tempat tidur sesuai aturannya, posisi miring sesuai indikasi.
R/ :   Untuk memudahkan ekspansi paru/ventilasi paru dan menurunkan kemungkinan lidah jatuh yang menyumbat jalan napas.
c.    Anjurkan pasien untuk melakukan napas dalam yang efektif jika pasien sadar.
R/ :   Mencegah/menurunkan atelektasis.
d.      Lakukan penghisapan dengan ekstra hati-hati, jangan lebih dari 10-15 detik. Catat karakter, warna dan kekeruhan dari sekret.
R/ :   Penghisapan biasanya dibutuhkan jika pasien koma atau dalam keadaan imobilisasi dan tidak dapat membersihkan jalan napasnya sendiri. Penghisapan pada trachea yang lebih dalam harus dilakukan dengan ekstra hati-hati, karena hal tersebut dapat mengakibatkan hipoksia yang menimbulkan vasokonstriksi yang pada akhirnya akan berpengaruh cukup besar terhadap perfusi cerebral.
e.   Kolaborasi :
R/ :   Menentukan kecukupan pernapasan, keseimbangan asam basa dan kebutuhan akan terapi
5.      Risiko tinggi perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan perubahan kemampuan untuk mencerna nutrien (penurunan tingkat kesadaran), kelemahan otot yang diperlukan untuk mengunyah dan menelan, status hipermetabolik.
Tujuan      : Mendemonstrasikan kemajuan peningkatan berat badan sesuai tujuan. Tidak mengalami tanda-tanda malnutrisi, dengan nilai laboratorium dalam batas-batas normal
Intervensi :
a.   Kaji kemampuan pasien untuk mengunyah, menelan, batuk dan mengatasi sekresi.
R/ : Menentukan pemilihan terhadap jenis makanan sehingga pasien terlindung dari aspirasi
b.   Auskultasi bising usus, catat adanya penurunan/hilangnya atau suara yang hiperaktif.
R/ : Bising usus membantu dalam menentukan respons untuk makan atau berkembangnya komplikasi seperti paralitik ileus.
c.   Timbang berat badan sesuai indikasi.
R/ : Mengevaluasi keefektifan atau kebutuhan mengubah pemberian nutrisi.
d.    Jaga keamanan saat memberikan makan pada pasien seperti tinggikan kepala tempat tidur selama makan atau selama pemberian makan lewat NGT.
R/ :     Menurunkan risiko regurgitasi atau terjadinya aspirasi.
e.    Berikan makan dalam jumlah kecil dan dalam waktu yang sering dengan teratur.
R/ : Meningkatkan proses pencernaan dan toleransi pasien terhadap nutrisi yang diberikan yang dapat meningkatkan kerjasama pasien saat makan.
f.   Tingkatkan kenyamanan, lingkungan yang santai termasuk sosialisasi saat makan. Anjurkan orang terdekat untuk membawa makanan yang disukai pasien.
R/ : Dapat meningkatkan pemasukan dan menormalkan fungsi makan.
g.   Kolaborasi :
R/ :     Merupakan sumber yang efektif untuk mengidentifikasi kebutuhan kalori/nutrisi tergantung pada usia, berat badan, ukuran tubuh dan keadaan penyakit sekarang.





Berikan oksigen tambahan sesuai indikasi.
R/ :    Menurunkan hipoksemia, yang mana dapat meningkatkan  vasodilatasi dan volume darah cerebral yang meningkatkan TIK.
-       Berikan obat sesuai indikasi.
Diuretik (manitol, furosemide)
R/ :    Diuretik dapat digunakan pada fase akut untuk menurunkan air dari sel otak, menurunkan edema otak dan TIK.
Steroid (dexametason, metilprednisolon).
R/ :    Menurunkan inflamasi, yang selanjutnya menurunkan edema jaringan.
Antikonvulsan (Fenitoin).
R/ :    Untuk mengatasi dan mencegah terjadinya aktivitas kejang.
Analgetik (Kodein).
R/ :    Untuk menghilangkan nyeri.
Sedatif (Difenhidramin).
R/ :    Untuk mengendalikan kegelisahan.
Antipiretik ( Asetaminofen).
R/ :    Mengendalikan demam.
A.    Manifestasi klinis berdasarkan tingkatan cedera/trauma:
B.     1.      Tingkat I
C.    Bila dijumpai adanya riwayat kehilangan kesadaran/pingsan yang sesaat setelah mengalami trauma dan kemudian sadar. Pada waktu diperiksa dalam keadaan sadar penuh, orientasi baik dan tidak ada deficit neurologis.
D.     
E.     2.      Tingkat II
F.     Kesadaran menurun namun masih dapat mengikuti perintah yang sederhana dan dijumpai adanya deficit neurologis.
G.     
H.    3.      Tingkat III
I.       Kesadaran sangat menurun dan tidak dapat mengikuti perintah walaupun yang sederhana sama sekali. Penderita masih bisa bersuara, namun susunan kata dan orientasinya kacau, gaduh gelisah. Respon motorik bervariasi dari keadaan yang mampu melokalisir rasa nyeri sampai tidak ada respon sama sekali – desebrasi.
J.      4.      Tingkat IV
K.    Tidak ada fungsi neurologis sama sekali.

DAFTAR PUSTAKA

Brunner and Suddarth. Medical Surgical Nursing. Sixth Edition. Sydney: J.B Lippincott Compay, 1988.
Harsono, Buku Ajar : Neurologi Klinis,Yogyakarta, Gajah Mada university press, 1996
Long C, Barbara, Barbara C. Long, Medical Surgical Nursing, Bandung, Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan Keperawatan Pajajaran, 1996
Marilynn E, Doengoes, 2000, Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3, Jakarta, EGC, 2000
Smeltzer C. Suzanne, Brunner & Suddarth, Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Jakarta, EGC ,2002
Tuti Pahria, dkk, Asuhan Keperawatan pada Pasien dengan Ganguan Sistem Persyarafan, Jakarta, EGC, 1993



















IMPLEMENTASI KEPERAWATAN

NO
DX
HARI/TGL
IMPLEMENTASI
EVALUASI
1
1
Selasa, 28-01-14
a.       mengkaji keluhan nyeri dengan menggunakan skala nyeri, catat lokasi nyeri, lamanya, serangannya, peningkatan nadi, nafas cepat atau lambat, berkeringat dingin
hasil :
b.      memberikan sentuhan terapeutik, lakukan distraksi dan relaksasi
Hasil :
c.       mengatur posisi sesuai kebutuhan untuk mengurangi nyeri
Hasil :
d.      menciptakan lingkungan yang nyaman termasuk tempat tidur
Hasil :
e.       Penatalaksanaan pemberian obat analgetik sesuai dengan program
Hasil :

2
2

a.       mengevaluasi/pantau secara teratur perubahan orientasi, kemampuan berbicara, alam perasaan/afektif, sensorik dan proses piker
hasil

b.      mengkaji kesadaran sensorik seperti respon sentuhan, panas/dingin, benda tajam/tumpul dan kesadaran terhadap gerakan dan letak tubuh. Perhatikan adanya masalah penglihatan atau sensasi yang lain.
Hasil

c.       menghilangkan suara bising/stimuli yang berlebihan sesuai kebutuhan
hasil

d.      membuat jadwal istirahat yang adekuat/periode tidur tanpa adanya gangguan
Hasil

e.       menggunakan penerangan siang atau malam hari
Hasil

f.       Penatalaksanaan pemebrian obat


3
3

a.       Pantau ku pasien dan observasi ttv
Hasil


b.      Mengkajian kecemasan klien
Hasil

c.       Mengkaji factor penyebab kecemasan klien
Hasil :

d.      mengajarkan tehnik relaksasi nafas dalam
Hasil

e.       menjelaskan proses penyakit
hasil

f.       menjelaskan program pengobatan
hasil

g.      membantu pasien untuk mengaktifkan support system
hasil : 








































>  Indikasi
Gejala-gejala involusi yang berhubungan dengan usia lanjut seperti kemunduran daya pikir, astenia, gangguan adaptasi, reaksi psikomotorik yang terganggu.

> Kontra Indikasi
Hipersensitif terhadap piracetam dan komponen obat ini.

> Efek Samping
Rasa gugup, agitasi, iritabilitas, rasa lelah, ganguan tidur, mual, muntah, diare, gastralgia, pusing, sakit kepala, tremor, peningkatan libido, kegelisahan ringan.

> Lama Pengobatan:
Pada beberapa kasus akut, efek piracetam segera tampak, sedangkan pada kasus lainnya perbaikan biasanya terjadi pada minggu ketiga. Untuk mempercepat perbaikan, maka sebaiknya pengobatan dilanjutkan.

> Cara Penyajian
Dikonsumsi bersamaan dengan makanan

> Cara penyimpanan : Simpan ditempat yang sejuk dan kering


>Manfaat
Piracetam dianggap sebagai nootropic farmasi atau "obat pintar," yang telah berhubungan dengan potensi manfaat segudang. Nama kimia dari piracetam adalah 2-oxo-pyrrolidone yang merupakan anggota dari keluarga Racetam. Racetam bekerja dengan merangsang reseptor glutamine yang dapat meningkatkan fungsi memori.

Piracetam diperkirakan dapat memberikan manfaat melindungi fungsi kognitif pada pasien yang menjalani CABG. Mekanisme terjadinya gangguan kognitif pada pasien-pasien yang menjalani CABG tidak diketahui dengan pasti, namun diperkirakan bersifat multifaktoral. Mikroemboli, lesi otak iskemik karena perfusi yang rendah, suhu tubuh yang rendah selama operasi diperkirakan menjadi penyebab penurunan fungsi kognitif pasca CABG.

>Mekanisme kerja
Mekanisme kerja piracetam belum diketahui dengan pasti. Para peneliti memperkirakan kerja piracetam melindungi pasien terhadap hipoksia. Beberapa penelitian penelitian memperlihatkan bahwa piracetam melindungi otak melalui efek neuronal dan hemodinamik. Piracetam dapat memperbaiki deformabilitas eritrosit, menurunkan kekentalan darah dan menurunkan hiperaggregitas trombosit yang dapat menurunkan kejadian mikroemboli. Literatur lainnya memperlihatkan kemampuan piracetam memperbaiki daya ingat dan belajar, dengan memfasiliasi pelepasan asetilkolin, sehingga dapat meningkatkan peredaran darah dan meningkatkan metabolisme energi. Selain itu piracetam, yang jika dikombinasikan dengan obat lain, akan meningkatkan suplai darah dan oksigen ke otak. Piracetam juga meningkatkan sintesis sitokrom b5, suatu bagian yang diperlukan dalam transport elektron di mitokondria.

> Tanggung jawab perawat dalam pemberian obat
Supaya dapat tercapainya pemberian obat yang aman , seorang perawat harus melakukan enam hal yang benar : klien yang benar, obat yang benar, dosis yang benar, waktu yang benar, rute yang benar, dan dokumentasi yang benar.
Pada waktu lampau, hanya ada lima hal yang benar dalam pemberian obat. Tetapi kini ada hal keenam yang dimasukkan yaitu dokumentasi. Dua hal tambahan klien juga dapat ditambahkan : hak klien untuk mengetahui alasan pemberian obat, hak klien untuk menolak penggunaan sebuah obat.

a. Klien yang benar dapat dipastikan dengan memeriksa identitas klien, dan meminta klien menyebutkan namanya sendiri. Beberapa klien akan menjawab dengan nama sembarang atau tidak berespon, maka gelang identifikasi harus diperiksa pada setiap klien pada setiap kali pengobatan. Pada keadan gelang identifikasi hilang, perawat harus memastikan identitas klien sebelum setiap obat diberikan.
Dalam keadaan dimana klien tidak memakai gelang identifikasi (sekolah, kesehatan kerja, atau klinik berobat jalan), perawat juga bertanggung jawab untuk secara tepat mengidentifikasi setiap orang pada saat memberikan pengobatan.

b. Obat yang benar berarti klien menerima obat yang telah diresepkan. Perintah pengobatan mungkin diresepkan oleh seorang dokter, dokter gigi, atau pemberi asuhan kesehatan yang memiliki izin praktik dengan wewenang dari pemerintah. Perintah melalui telepon untuk pengobatan harus ditandatangani oleh dokter yang menelepon dalam waktu 24 jam. Komponen dari perintah pengobatan adalah :
(1) tanggal dan saat perintah ditulis,
(2) nama obat,
(3) dosis obat,
(4) rute pemberian,
(5) frekuensi pemberian, dan
(6) tanda tangan dokter atau pemberi asuhan kesehatan.

Meskipun merupakan tanggung jawab perawat untuk mengikuti perintah yang tepat, tetapi jika salah satu komponen tidak ada atau perintah pengobatan tidak lengkap, maka obat tidak boleh diberikan dan harus segera menghubungi dokter tersebut untuk mengklarifikasinya ( Kee and Hayes, 1996 ).

Untuk menghindari kesalahan, label obat harus dibaca tiga kali :
(1) pada saat melihat botol atau kemasan obat,
(2) sebelum menuang / mengisap obat dan
(3) setelah menuang / mengisap obat. Perawat harus ingat bahwa obat-obat tertentu mempunyai nama yang bunyinya hampir sama dan ejaannya mirip, misalnya digoksin dan digitoksin, quinidin dan quinine, Demerol dan dikumarol, dst.

c. Dosis yang benar adalah dosis yang diberikan untuk klien tertentu. Dalam kebanyakan kasus, dosis diberikan dalam batas yang direkomendasikan untuk obat yang bersangkutan. Perawat harus menghitung setiap dosis obat secara akurat, dengan mempertimbangkan variable berikut :
(1) tersedianya obat dan dosis obat yang diresepkan (diminta),
(2) dalam keadaan tertentu, berat badan klien juga harus dipertimbangkan, misalnya 3mg/KgBB/hari.

Sebelum menghitung dosis obat, perawat harus mempunyai dasar pengetahuan mengenai rasio dan proporsi. Jika ragu-ragu, dosis obat harus dihitung kembali dan diperiksa oleh perawat lain.

d. Waktu yang benar adalah saat dimana obat yang diresepkan harus diberikan. Dosis obat harian diberikan pada waktu tertentu dalam sehari, seperti b.i.d ( dua kali sehari ), t.i.d ( tiga kali sehari ), q.i.d ( empat kali sehari ), atau q6h ( setiap 6 jam ), sehingga kadar obat dalam plasma dapat dipertahankan. Jika obat mempunyai waktu paruh (t ½ ) yang panjang, maka obat diberikan sekali sehari. Obat-obat dengan waktu paruh pendek diberikan beberapa kali sehari pada selang waktu yang tertentu . Beberapa obat diberikan sebelum makan dan yang lainnya diberikan pada saat makan atau bersama makanan ( Kee and Hayes, 1996 ; Trounce, 1997)

e. Rute yang benar perlu untuk absorpsi yang tepat dan memadai. Rute yang lebih sering dari absorpsi adalah (1) oral ( melalui mulut ): cairan , suspensi ,pil , kaplet , atau kapsul . ; (2) sublingual ( di bawah lidah untuk absorpsi vena ) ; (3) topikal ( dipakai pada kulit ) ; (4) inhalasi ( semprot aerosol ) ; (5)instilasi ( pada mata , hidung , telinga , rektum atau vagina ) ; dan empat rute parenteral : intradermal , subkutan , intramuskular , dan intravena.

f. Dokumentasi yang benar membutuhkan tindakan segera dari seorang perawat untuk mencatat informasi yang sesuai mengenai obat yang telah diberikan . Ini meliputi nama obat , dosis , rute , waktu dan tanggal , inisial dan tanda tangan perawat . Respon klien terhadap pengobatan perlu di catat untuk beberapa macam obat seperti
(1) narkotik – bagaimana efektifitasnya dalam menghilangkan rasa nyeri – atau analgesik non-narkotik,
(2) sedativa,